Minggu, 20 Juni 2010

Hukum I Termodinamika

Kalor (Q) merupakan energi yang berpindah dari satu benda ke benda yang lain akibat adanya perbedaan suhu. Berkaitan dengan sistem dan lingkungan, bisa dikatakan bahwa kalor merupakan energi yang berpindah dari sistem ke lingkungan atau energi yang berpindah dari lingkungan ke sistem akibat adanya perbedaan suhu. Jika suhu sistem lebih tinggi dari suhu lingkungan, maka kalor akan mengalir dari sistem menuju lingkungan. Sebaliknya, jika suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu sistem, maka kalor akan mengalir dari lingkungan menuju sistem.

Jika Kalor (Q) berkaitan dengan perpindahan energi akibat adanya perbedaan suhu, maka Kerja (W) berkaitan dengan perpindahan energi yang terjadi melalui cara-cara mekanis Misalnya jika sistem melakukan kerja terhadap lingkungan, maka energi dengan sendirinya akan berpindah dari sistem menuju lingkungan. Sebaliknya jika lingkungan melakukan kerja terhadap sistem, maka energi akan berpindah dari lingkungan menuju sistem.

Salah satu contoh sederhana berkaitan dengan perpindahan energi antara sistem dan lingkungan yang melibatkan Kalor dan Kerja adalah proses pembuatan popcorn. Untuk kasus ini, kita bisa menganggap popcorn sebagai sistem, panci sebagai pembatas dan udara luar, nyala api dkk sebagai lingkungan. Karena terdapat perbedaan suhu, maka kalor mengalir dari lingkungan (nyala api) menuju sistem (biji popcorn). Adanya tambahan kalor menyebabkan sistem (biji popcorn) memuai dan meletup sehingga mendorong penutup panci (si biji popcorn tadi melakukan kerja terhadap lingkungan). Dalam proses ini, keadaan popcorn berubah. Keadaan popcorn berubah karena suhu, tekanan dan volume popcorn berubah saat memuai dan meletup. meletupnya popcorn hanya merupakan salah satu contoh perubahan keadaan sistem akibat adanya perpindahan energi antara sistem dan lingkungan. Perubahan keadaan sistem akibat adanya perpindahan energi antara sistem dan lingkungan yang melibatkan Kalor dan Kerja, disebut sebagai proses termodinamika.

Energi dalam dan Hukum Pertama Termodinamika

Energi dalam sistem merupakan jumlah seluruh energi kinetik molekul sistem, ditambah jumlah seluruh energi potensial yang timbul akibat adanya interaksi antara molekul sistem. Kita berharap bahwa jika kalor mengalir dari lingkungan menuju sistem (sistem menerima energi), energi dalam sistem akan bertambah. Sebaliknya, jika sistem melakukan kerja terhadap lingkungan (sistem melepaskan energi), energi dalam sistem akan berkurang.

Dengan demikian, dari kekekalan energi, kita bisa menyimpulkan bahwa perubahan energi dalam sistem = Kalor yang ditambahkan pada sistem (sistem menerima energi) – Kerja yang dilakukan oleh sistem (sistem melepaskan energi). Secara matematis, bisa ditulis seperti ini :

hukum-pertama-termodinamika-1

Keterangan :

delta U = Perubahan energi dalam

Q = Kalor

W = Kerja

Persamaan ini berlaku untuk sistem tertutup (Sistem tertutup merupakan sistem yang hanya memungkinkan pertukaran energi antara sistem dengan lingkungan). Untuk sistem tertutup yang terisolasi, tidak ada energi yang masuk atau keluar dari sistem, karenanya, perubahan energi dalam = 0. Persamaan ini juga berlaku untuk sistem terbuka jika kita memperhitungkan perubahan energi dalam sistem akibat adanya penambahan dan pengurangan jumlah zat (Sistem terbuka merupakan sistem yang memungkinkan terjadinya pertukaran materi dan energi antara sistem tersebut dengan lingkungan). Mengenai sistem terbuka dan tertutup telah gurumuda jelaskan pada postingan sebelumnya.

Hukum pertama termodinamika merupakan pernyataan Hukum Kekekalan Energi dan ketepatannya telah dibuktikan melalui banyak percobaan. Perlu diketahui bahwa hukum ini dirumuskan pada abad kesembilan belas, setelah kalor dipahami sebagai energi yang berpindah akibat adanya perbedaan suhu.

Energi dalam merupakan besaran yang menyatakan keadaan mikroskopis sistem. Besaran yang menyatakan keadaan mikroskopis sistem (energi dalam) tidak bisa diketahui secara langsung. Yang kita analisis dalam persamaan Hukum Pertama Termodinamika hanya perubahan energi dalam saja. Perubahan energi dalam bisa diketahui akibat adanya energi yang ditambahkan pada sistem dan energi yang dilepaskan sistem dalam bentuk kalor dan kerja. Jika besaran yang menyatakan keadaan mikroskopis sistem (energi dalam) tidak bisa diketahui secara langsung, maka besaran yang menyatakan keadaan makroskopis bisa diketahui secara langsung. Besaran yang menyatakan keadaan makroskopis adalah suhu (T), tekanan (p), volume (V) dan massa (m) atau jumlah mol (n). Ingat ya, Kalor dan Kerja hanya terlibat dalam proses perpindahan energi antara sistem dan lingkungan. Kalor dan Kerja bukan merupakan besaran yang menyatakan keadaan sistem.

Aturan tanda untuk Kalor (Q) dan Kerja (W)

Aturan tanda untuk Kalor dan Kerja disesuaikan dengan persamaan Hukum Pertama Termodinamika. Kalor (Q) dalam persamaan di atas merupakan kalor yang ditambahkan pada sistem (Q positif), sedangkan Kerja (W) pada persamaan di atas merupakan kerja yang dilakukan oleh sistem (W positif). Karenanya, jika kalor meninggalkan sistem, maka Q bernilai negatif. Sebaliknya, jika kerja dilakukan pada sistem, maka W bernilai negatif.

Contoh soal 1 :

Jika kalor sebanyak 2000 Joule ditambahkan pada sistem, sedangkan sistem melakukan kerja 1000 Joule, berapakah perubahan energi dalam sistem ?

Panduan jawaban :

hukum-pertama-termodinamika-2

Sistem mendapat tambahan kalor (sistem menerima energi) sebanyak 2000 Joule. Sistem juga melakukan kerja (sistem melepaskan energi) 1000 Joule. Dengan demikian, perubahan energi sistem = 1000 Joule.

Contoh soal 2 :

Jika kalor sebanyak 2000 Joule meninggalkan sistem dan sistem melakukan kerja 1000 Joule, berapakah perubahan energi dalam sistem ?

Panduan jawaban :

Ingat ya, jika kalor meninggalkan sistem, berarti Q bernilai negatif

hukum-pertama-termodinamika-3

Kalor meninggalkan sistem (sistem melepaskan energi) sebanyak 2000 Joule. Sistem juga melakukan kerja (sistem melepaskan energi) sebesar 1000 Joule. Dengan demikian, energi dalam sistem berkurang sebanyak 3000 J.

Contoh soal 3 :

Jika kalor sebanyak 2000 Joule ditambahkan pada sistem dan kerja 1000 Joule dilakukan pada sistem, berapakah perubahan energi dalam sistem ?

Panduan jawaban :

Ingat ya, jika kerja dilakukan pada sistem, berarti W bernilai negatif

hukum-pertama-termodinamika-4

Sistem mendapat tambahan kalor (sistem menerima energi) sebanyak 2000 Joule dan kerja dilakukan pada sistem (sistem menerima energi) 1000 Joule. Dengan demikian, energi dalam sistem bertambah sebanyak = 3000 Joule.

Catatan :

Pertama, kebanyakan sistem yang kita analisis secara teoritis dalam pokok bahasan ini adalah gas. Kita menggunakan gas, karena keadaan makroskopis gas (suhu, tekanan dan volume) lebih mudah diketahui. Dalam menganalisis gas, kita tetap menganggap gas sebagai gas ideal. Tujuannya hanya untuk mempermudah analisis saja. Kita tidak menggunakan gas riil karena pada tekanan yang cukup besar, biasanya gas riil berperilaku menyimpang. Karenanya analisis kita menjadi lebih sulit.

Kedua, jika sistem yang kita analisis adalah gas ideal, maka energi dalam bisa dihitung menggunakan persamaan yang menyatakan hubungan antara energi dalam gas ideal dengan suhu gas ideal : U = 3/2 nRT (persamaan energi dalam gas ideal monoatomik). Persamaan ini kita turunkan dari teori kinetik. Penurunannya telah dibahas dalam materi Teori Kinetik Gas.

Kerja yang dilakukan sistem selama perubahan volume

Untuk menghitung besarnya kerja (W) yang dilakukan sistem, kita tinjau gas ideal yang berada dalam sebuah wadah yang ditutup dengan sebuah penghisap/piston. Penghisap bisa digerakkan naik dan turun. Gambar ini disederhanakan menjadi dua dimensi. Anggap saja gambar ini tiga dimensi. Volume = panjang x lebar x tinggi.

hukum-pertama-termodinamika-5

Gas ideal diwakili oleh titik-titik yang terletak di dalam wadah. Alas wadah bersentuhan dengan sebuah benda yang memiliki suhu yang lebih tinggi (mirip seperti air dalam panci yang dipanaskan di atas nyala api). Gas ideal dalam wadah merupakan sistem, sedangkan benda-benda lainnya yang berada di luar wadah, termasuk benda bersuhu tinggi yang bersentuhan dengan alas wadah, merupakan lingkungan. Karena suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu sistem, maka kalor dengan sendirinya mengalir dari lingkungan menuju sistem. Adanya sumbangan energi dari lingkungan menyebabkan energi dalam sistem (gas ideal) bertambah. Energi dalam gas ideal berbanding lurus dengan suhu (U = 3/2 nRT), karenanya ketika energi dalam gas ideal bertambah, suhu gas ideal juga meningkat. Peningkatan suhu gas ideal menyebabkan gas ideal memuai dan mendorong piston sejauh s. Ketika mendorong piston sejauh s, sistem (gas ideal) melakukan kerja terhadap lingkungan (udara luar).

Pada mulanya tekanan sistem besar (P1) dan volume sistem kecil (V1). Tekanan berbanding terbalik dengan volume (ingat lagi materi teori kinetik gas). Setelah kalor mengalir dari lingkungan menuju sistem dan sistem melakukan kerja terhadap lingkungan, volume sistem bertambah (V2) dan tekanan sistem berkurang (P2).

Besarnya kerja yang dilakukan sistem pada proses di atas adalah :

Kerja (W) = Gaya dorong (F) x perpindahan (s). Karena gaya dorong (F) = tekanan (P) x luas permukaan (A) piston, maka persamaan Kerja bisa ditulis menjadi :

W = Fs —– F = PA

W = PAs —– As = V

W = PV

Perlu diketahui bahwa kerja yang dilakukan sistem terjadi selama perubahan volume. Karenanya, kerja total yang dilakukan sistem bisa diperoleh dengan mengalikan perubahan tekanan dan perubahan volume. Secara matematis ditulis seperti ini :

W = (tekanan akhir – tekanan awal)(volume akhir – volume awal)

W = (P2-P1)(V2-V1)

Catatan :

Pertama, perubahan volume sistem (gas ideal) pada proses di atas bisa diketahui dengan mudah. Volume awal dan volume akhir sistem bisa diketahui dengan menghitung volume wadah. Dengan demikian, untuk menghitung besarnya kerja (W) yang dilakukan oleh sistem, kita perlu mengetahui bagaimana perubahan tekanan selama berlangsungnya proses.

Apabila tekanan (p) sistem berubah secara tidak teratur seiring terjadinya perubahan volume (V), maka besarnya kerja yang dilakukan sistem bisa dihitung menggunakan kalkulus. Kalau dirimu belum terbiasa dengan kalkulus, ada alternatif lain yang bisa digunakan. Terlebih dahulu kita gambarkan grafik yang menyatakan hubungan antara tekanan dan volume. Besarnya kerja yang dilakukan oleh sistem = luasan yang diarsir di bawah kurva p-V.

Grafik tekanan vs volume untuk perubahan tekanan yang terjadi secara tidak teratur

hukum-pertama-termodinamika-6
Mula-mula tekanan sistem = p1 (tekanan besar) dan volume sistem = V1 (volume kecil). Setelah sistem melakukan kerja terhadap lingkungan, tekanan sistem berubah menjadi p2 (tekanan kecil) dan volume sistem berubah menjadi V2 (volume besar). Besarnya kerja (W) yang dilakukan sistem = luasan yang diarsir. Bentuk kurva melengkung karena tekanan sistem (gas ideal) berubah secara tidak teratur selama proses.

Apabila tekanan (p) sistem tidak berubah alias selalu konstan seiring terjadinya perubahan volume (V), maka besarnya kerja yang dilakukan sistem bisa dihitung dengan mudah. Besarnya kerja yang dilakukan sistem bisa dihitung menggunakan persamaan atau bisa diketahui melalui luasan yang diarsir di bawah kurva P-V. Untuk kasus ini, persamaan kerja di atas bisa dimodifikasi seperti ini :

W = (P2-P1)(V2-V1)

Karena tekanan (p) selalu konstan, maka P2 = P1 = P

W = P(V2-V1)

Grafik tekanan vs volume untuk proses di mana tekanan selalu konstan alias tidak berubah :

hukum-pertama-termodinamika-7

Mula-mula volume sistem = V1 (volume kecil). Setelah sistem melakukan kerja terhadap lingkungan, volume sistem berubah menjadi V2 (volume besar). Tekanan sistem selalu konstan alias tidak berubah. Besarnya kerja (W) yang dilakukan sistem = luasan yang diarsir.

Kedua, sistem melakukan kerja terhadap lingkungan apabila volume sistem bertambah. Demikian juga sebaliknya, lingkungan melakukan kerja terhadap sistem apabila volume sistem berkurang. Jika volume sistem tidak berubah selama proses maka sistem tidak bisa melakukan kerja terhadap lingkungan dan lingkungan juga tidak bisa melakukan kerja terhadap sistem. Dalam hal ini, kerja (W) = 0.

Penerapan Hukum Pertama Termodinamika pada beberapa proses Termodinamika

Sebelumnya kita sudah membahas Hukum Pertama Termodinamika dan menganalisis usaha yang dilakukan oleh sistem. Kali ini kita mencoba meninjau beberapa penerapan Hukum Pertama Termodinamika dalam empat proses termodinamika. Keempat proses termodinamika yang dimaksud adalah proses isotermal, isokorik, isobarik dan adiabatik. Istilah aneh ini berasal dari bahasa yunani. Isotermal = suhu yang sama atau suhu selalu konstan, isokorik = volume yang sama atau volume selalu konstan, isobarik = tekanan yang sama atau tekanan selalu konstan.

Proses Isotermal (suhu selalu konstan)

Terlebih dahulu kita tinjau penerapan hukum pertama termodinamika pada proses isotermal. Dalam proses Isotermal, suhu sistem dijaga agar selalu konstan. Sistem yang kita analisis secara teoritis adalah gas ideal. Suhu gas ideal berbanding lurus dengan energi dalam gas ideal (U = 3/2 nRT). Karena T tidak berubah maka U juga tidak berubah. Dengan demikian, jika diterapkan pada proses isotermal, persamaan Hukum pertama termodinamika akan berubah bentuk seperti ini :

hukum-pertama-termodinamika-8

Dari hasil ini, kita bisa menyimpulkan bahwa pada proses isotermal (suhu konstan), kalor (Q) yang ditambahkan pada sistem digunakan sistem untuk melakukan kerja (W).

Perubahan tekanan dan volume sistem pada proses isotermal digambarkan melalui grafik di bawah :

hukum-pertama-termodinamika-9

Mula-mula volume sistem = V1 (volume kecil) dan tekanan sistem = P1 (tekanan besar). Agar suhu sistem selalu konstan maka setelah kalor ditambahkan pada sistem, sistem memuai dan melakukan kerja terhadap lingkungan. Setelah sistem melakukan kerja terhadap lingkungan, volume sistem berubah menjadi V2 (volume sistem bertambah) dan tekanan sistem berubah menjadi P2 (tekanan sistem berkurang). Bentuk grafik melengkung karena tekanan sistem tidak berubah secara teratur selama proses. Besarnya kerja yang dilakukan sistem = luasan yang diarsir.


Proses Adiabatik

Dalam proses adiabatik, tidak ada kalor yang ditambahkan pada sistem atau meninggalkan sistem (Q = 0). Proses adiabatik bisa terjadi pada sistem tertutup yang terisolasi dengan baik. Untuk sistem tertutup yang terisolasi dengan baik, biasanya tidak ada kalor yang dengan seenaknya mengalir ke dalam sistem atau meninggalkan sistem. Proses adiabatik juga bisa terjadi pada sistem tertutup yang tidak terisolasi. Untuk kasus ini, proses harus dilakukan dengan sangat cepat sehingga kalor tidak sempat mengalir menuju sistem atau meninggalkan sistem.

Jika diterapkan pada proses adiabatik, persamaan Hukum pertama termodinamika akan berubah bentuk seperti ini :

hukum-pertama-termodinamika-10

Apabila sistem ditekan dengan cepat (kerja dilakukan terhadap sistem), maka kerja bernilai negatif. Karena W negatif, maka U bernilai positif (energi dalam sistem bertambah). Sebaliknya jika sistem berekspansi atau memuai dengan cepat (sistem melakukan kerja), maka W bernilai positif. Karena W positif, maka U bernilai negatif (energi dalam sistem berkurang).

Energi dalam sistem (gas ideal) berbanding lurus dengan suhu (U = 3/2 nRT), karenanya jika energi dalam sistem bertambah maka sistem juga bertambah. Sebaliknya, jika energi dalam sistem berkurang maka suhu sistem berkurang.

Perubahan tekanan dan volume sistem pada proses adiabatik digambarkan melalui grafik di bawah :

hukum-pertama-termodinamika-11

Kurva adiabatik pada grafik ini (kurva 1-2) lebih curam daripada kurva isotermal (kurva 1-3). Perbedaan kecuraman ini menunjukkan bahwa untuk kenaikan volume yang sama, tekanan sistem berkurang lebih banyak pada proses adiabatik dibandingkan dengan proses isotermal. Tekanan sistem berkurang lebih banyak pada proses adiabatik karena ketika terjadi pemuaian adiabatik, suhu sistem juga berkurang. Suhu berbanding lurus dengan tekanan, karenanya apabila suhu sistem berkurang, maka tekanan sistem juga berkurang. Sebaliknya pada proses isotermal, suhu sistem selalu konstan. Dengan demikian pada proses isotermal suhu tidak ikut mempengaruhi penurunan tekanan.

Salah satu contoh proses yang mendekati adiabatik terjadi pada mesin pembakaran dalam, misalnya mesin diesel dan mesin motor yang pakai bensin. Pada mesin diesel, udara dimasukan ke dalam silinder dan udara yang berada di dalam silinder ditekan dengan cepat menggunakan piston (kerja dilakukan pada udara). Proses penekanan adiabatik (pengurangan volume sistem) digambarkan melalui kurva 2-1. Karena ditekan dengan cepat secara adiabatik maka suhu udara naik dengan cepat. Pada saat yang sama, solar disemprotkan ke dalam silinder lewat injektor dan campuran terpicu seketika (terjadi proses pembakaran). Pada mesin motor yang pakai bensin, campuran udara dan bensin dimasukkan ke dalam silinder kemudian ditekan dengan cepat menggunakan piston. Karena ditekan dengan cepat secara adiabatik maka suhunya naik dengan cepat. Pada saat yang sama, busi memercikan bunga api sehingga terjadi proses pembakaran.

Proses Isokorik (volume selalu konstan)

Dalam proses Isokorik, volume sistem dijaga agar selalu konstan. Karena volume sistem selalu konstan, maka sistem tidak bisa melakukan kerja pada lingkungan. Demikian juga sebaliknya, lingkungan tidak bisa melakukan kerja pada sistem.

Jika diterapkan pada proses isokorik, persamaan Hukum pertama termodinamika akan berubah bentuk seperti ini :

hukum-pertama-termodinamika-12

Dari hasil ini, kita bisa menyimpulkan bahwa pada proses isokorik (volume konstan), kalor (Q) yang ditambahkan pada sistem digunakan untuk menaikkan energi dalam sistem.

Perubahan tekanan dan volume sistem pada proses isokorik digambarkan melalui grafik di bawah :

hukum-pertama-termodinamika-13

Mula-mula tekanan sistem = p1 (tekanan kecil). Adanya tambahan kalor pada sistem menyebabkan energi dalam sistem bertambah. Karena energi dalam sistem bertambah maka suhu sistem (gas ideal) meningkat (U = 3/2 nRT). Suhu berbanding lurus dengan tekanan. Karenanya, jika suhu sistem meningkat, maka tekanan sistem bertambah (p2). Karena volume sistem selalu konstan maka tidak ada kerja yang dilakukan (tidak ada luasan yang diarsir).

Catatan :

Sebelumnya dikatakan bahwa dalam proses isokorik, sistem tidak bisa melakukan kerja terhadap lingkungan. Demikian juga sebaliknya, lingkungan tidak bisa melakukan kerja terhadap sistem. Hal ini disebabkan karena pada proses isokorik, volume sistem selalu konstan alias tidak berubah. Btw, terdapat jenis kerja tertentu yang tidak melibatkan perubahan volume. Jadi walaupun volume sistem konstan alias tidak berubah, kerja masih bisa dilakukan terhadap sistem. Misalnya terdapat sebuah kipas + baterai dalam sebuah wadah tertutup. Kipas bisa berputar menggunakan energi yang disumbangkan baterai. Untuk kasus ini, kipas, baterai dan udara yang berada di dalam wadah dianggap sebagai sistem. Ketika kipas berputar, kipas melakukan kerja terhadap udara yang ada dalam wadah. Pada saat yang sama, energi kinetik kipas berubah menjadi energi dalam udara. Energi listrik pada baterai tentu saja berkurang karena sudah berubah bentuk menjadi energi dalam udara. Contoh ini hanya mau menunjukkan bahwa pada proses isokorik (volume selalu konstan), kerja masih bisa dilakukan terhadap sistem (kerja yang tidak melibatkan perubahan volume).

Proses Isobarik (tekanan selalu konstan)

Dalam proses Isobarik, tekanan sistem dijaga agar selalu konstan. Karena yang konstan adalah tekanan, maka perubahan energi dalam (delta U), kalor (Q) dan kerja (W) pada proses isobarik tidak ada yang bernilai nol. Dengan demikian, persamaan hukum pertama termodinamika tetap utuh seperti semula :

hukum-pertama-termodinamika-14

Perubahan tekanan dan volume gas pada proses isobarik digambarkan melalui grafik di bawah :

hukum-pertama-termodinamika-15

Mula-mula volume sistem = V1 (volume kecil). Karena tekanan dijaga agar selalu konstan maka setelah kalor ditambahkan pada sistem, sistem memuai dan melakukan kerja terhadap lingkungan. Setelah melakukan kerja terhadap lingkungan, volume sistem berubah menjadi V2 (volume sistem bertambah). Besarnya kerja (W) yang dilakukan sistem = luasan yang diarsir.

Contoh soal 1 :

Kurva 1-2 pada dua diagram di bawah menunjukkan pemuaian gas (pertambahan volume gas) yang terjadi secara adiabatik dan isotermal. Pada proses manakah kerja yang dilakukan oleh gas lebih kecil ?

hukum-pertama-termodinamika-16

Kerja yang dilakukan gas pada proses adiabatik lebih kecil daripada kerja yang dilakukan gas pada proses isotermal. Luasan yang diarsir = kerja yang dilakukan gas selama proses pemuaian (pertambahan volume gas). Luasan yang diarsir pada proses adiabatik lebih sedikit dibandingkan dengan luasan yang diarsir pada proses isotermal.


Contoh soal 2 :

Serangkaian proses termodinamika ditunjukkan pada diagram di bawah… kurva a-b dan d-c = proses isokorik (volume konstan). Kurva b-c dan a-d = proses isobarik (tekanan konstan). Pada proses a-b, Kalor (Q) sebanyak 600 Joule ditambahkan ke sistem. Pada proses b-c, Kalor (Q) sebanyak 800 Joule ditambahkan ke sistem. Tentukan :

a) Perubahan energi dalam pada proses a-b

b) Perubahan energi dalam pada proses a-b-c

c) Kalor total yang ditambahkan pada proses a-d-c

hukum-pertama-termodinamika-17

P1 = 2 x 105 Pa = 2 x 105 N/m2

P2 = 4 x 105 Pa = 4 x 105 N/m2

V1 = 2 liter = 2 dm3 = 2 x 10-3 m3

V2 = 4 liter = 2 dm3 = 4 x 10-3 m3

Panduan jawaban :

a) Perubahan energi dalam pada proses a-b

Pada proses a-b, kalor sebanyak 600 J ditambahkan ke sistem. Proses a-b = proses isokorik (volume konstan). Pada proses isokorik, penambahan kalor pada sistem hanya menaikkan energi dalam sistem. Dengan demikian, perubahan energi dalam sistem setelah menerima sumbangan kalor :

hukum-pertama-termodinamika-18

b) Perubahan energi dalam pada proses a-b-c

Proses a-b = proses isokorik (volume konstan). Pada proses a-b, kalor sebanyak 600 J ditambahkan ke sistem. Karena volume konstan maka tidak ada kerja yang dilakukan oleh sistem.

Proses b-c = proses isobarik (tekanan konstan). Pada proses b-c, kalor (Q) sebanyak 800 Joule ditambahkan ke sistem. Pada proses isobarik, sistem bisa melakukan kerja. Besarnya kerja yang dilakukan sistem pada proses b-c (proses isobarik) adalah :

W = P(V2-V1) — tekanan konstan

W = P2 (V2-V1)

W = 4 x 105 N/m2 (4 x 10-3 m3 - 2 x 10-3 m3)

W = 4 x 105 N/m2 (2 x 10-3 m3)

W = 8 x 102 Joule

W = 800 Joule

Kalor total yang ditambahkan ke sistem pada proses a-b-c adalah :

Q total = Qab + Qbc

Q total = 600 J + 800 J

Q total = 1400 Joule

Kerja total yang dilakukan oleh sistem pada proses a-b-c adalah :

W total = Wab + Wbc

W total = 0 + Wbc

W total = 0 + 800 Joule

W total = 800 Joule

Perubahan energi dalam sistem pada proses a-b-c adalah :

hukum-pertama-termodinamika-19

Perubahan energi dalam pada proses a-b-c = 600 J

c) Kalor total yang ditambahkan pada proses a-d-c

Kalor total yang ditambahkan pada sistem bisa diketahui melalui persamaan di bawah :

hukum-pertama-termodinamika-20

Kalor total yang ditambahkan pada proses a-d-c = perubahan energi dalam pada proses a-d-c + kerja total yang dilakukan pada proses a-d-c


Kalor dan kerja terlibat dalam perpindahan energi antara sistem dengan lingkungan, sedangkan perubahan energi dalam merupakan korban dari adanya perpindahan energi antara sistem dan lingkungan. Karenanya perubahan energi dalam tidak bergantung pada proses perpindahan energi. Sebaliknya, kalor dan kerja sangat bergantung pada proses. Pada proses isokorik (volume sistem konstan), perpindahan energi hanya dalam bentuk kalor saja, sedangkan kerja tidak. Pada proses isobarik (tekanan konstan), perpindahan energi melibatkan kalor dan kerja.

Walaupun tidak bergantung pada proses, perubahan energi dalam bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir sistem. Apabila keadaan awal dan keadaan akhir sama maka perubahan energi dalam juga selalu sama, walaupun proses yang ditempuh berbeda-beda. Keadaan awal dan keadaan akhir untuk proses a-b-c pada grafik di atas = keadaan awal dan keadaan akhir proses a-d-c. Dengan demikian, perubahan energi dalam pada proses a-d-c = 600 J

Kerja (W) total yang dilakukan pada proses a-d-c = W pada proses a-d + W pada proses d-c

Proses a-d merupakan proses isobarik (tekanan konstan), sedangkan proses d-c merupakan proses isokorik (volume konstan). Karena volume konstan maka tidak ada kerja yang dilakukan pada proses d-c. Terlebih dahulu kita hitung kerja yang dilakukan pada proses a-d.

Wad = P(V2-V1) — tekanan konstan

Wad = P1 (V2-V1)

Wad = 2 x 105 N/m2 (4 x 10-3 m3 - 2 x 10-3 m3)

Wad = 2 x 105 N/m2 (2 x 10-3 m3)

Wad = 4 x 102 Joule

Wad = 400 Joule

W total = W pada proses a-d + W pada proses d-c

W total = 400 Joule + 0

W total = 400 Joule

Dengan demikian, banyaknya kalor yang ditambahkan pada proses a-d-c adalah :

hukum-pertama-termodinamika-21

Contoh soal 3 :

1 liter air berubah menjadi 1671 liter uap ketika dididihkan pada tekanan 1 atm. Tentukan perubahan energi dalam dan besarnya kerja yang dilakukan air ketika menguap(Kalor penguapan air = LV = 22,6 x 105 J/Kg)

Panduan jawaban :

Massa jenis air = 1000 Kg/m3

LV = 22,6 x 105 J/Kg

P = 1 atm = 1,013 x 105 Pa = 1,013 x 105 N/m2

V1 = 1 liter = 1 dm3 = 1 x 10-3 m3 (Volume air)

V2 = 1671 liter = 1671 dm3 = 1671 x 10-3 m3 (Volume uap)

a) Perubahan energi dalam

Perubahan energi dalam = Kalor yang ditambahkan pada air – Kerja yang dilakukan air ketika menguap.

Q = mLV

Massa (m) air berapa ?

Massa jenis air = massa air / volume air

Massa air (m) = (massa jenis air)(volume air)

Massa air (m) = (1000 Kg/m3)(1 x 10-3 m3)

Massa air (m) = (1000 Kg/m3)(0,001 m3)

Massa air (m) = 1 Kg

Q = (1 Kg)(22,6 x 105 J/Kg)

Q = 22,6 x 105 J

Sekarang kita hitung Kerja (W) yang dilakukan oleh air ketika menguap. Pendidihan air terjadi pada tekanan tetap (proses isobarik).

W = p (V2 – V1)

W = 1,013 x 105 N/m2 (1671 x 10-3 m3 – 1 x 10-3 m3)

W = 1,013 x 105 N/m2 (1670 x 10-3 m3)

W = 1691,71 x 102 Joule

W = 1,7 x 105 Joule

Perubahan energi dalam air :

hukum-pertama-termodinamika-22

21 x 105 J kalor yang ditambahkan pada air digunakan untuk menaikkan energi dalam (mengatasi gaya tarik antara molekul yang menjaga agar air tetap cair). Dengan kata lain, 21 x 105 J digunakan untuk mengubah air menjadi uap. Ketika air suah menjadi uap, 1,7 x 105 J yang tersisa dipakai untuk melakukan kerja…

Hukum II Termodinamika

Untuk menjelaskan proses termodinamika yang hanya terjadi pada satu arah (proses ireversibel), para ilmuwan merumuskan hukum kedua termodinamika. Hukum kedua termodinamika menjelaskan proses apa saja yang bisa terjadi di alam semesta dan proses apa saja yang tidak bisa terjadi. Salah seorang ilmuwan yang bernama R. J. E. Clausius (1822-1888) membuat sebuah pernyataan berikut :

Kalor berpindah dengan sendirinya dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah; kalor tidak akan berpindah dengan sendirinya dari benda bersuhu rendah ke benda bersuhu tinggi (Hukum kedua termodinamika – pernyataan Clausius).

Pernyataan eyang butut Clausius merupakan salah satu pernyataan khusus hukum kedua termodinamika. Disebut pernyataan khusus karena hanya berlaku untuk satu proses saja (berkaitan dengan perpindahan kalor). Karena pernyataan ini tidak berkaitan dengan proses lainnya, maka kita membutuhkan pernyataan yang lebih umum. Perkembangan pernyataan umum hukum kedua termodinamika sebagiannya didasarkan pada studi tentang mesin kalor. Karenanya terlebih dahulu kita bahas mesin kalor.

MESIN KALOR (heat engine)

Batu tidak bisa bergerak dengan sendirinya karena tiba-tiba saja ia punya energi kinetik. Batu bisa bergerak kalau dirimu lempar. Ketika melempar batu, energi potensial kimia dalam tubuhmu berubah menjadi energi kinetik batu.

Hampir semua energi yang kita gunakan berasal dari energi potensial kimia yang terkandung dalam minyak bumi, gas, batu bara. Energi potensial kimia yang terkandung dalam minyak bumi, gas atau batu bara tidak bisa langsung digunakan. Minyak bumi, gas atau batu bara harus dibakar terlebih dahulu, maka minyak bumi dkk biasa disebut sebagai bahan bakar. Lebih tepatnya bahan bakar fosil.

Biasanya hasil pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, gas dan batu bara) menghasilkan kalor alias panas. Kalor bisa kita gunakan secara langsung untuk memasak makanan, memanaskan ruangan. Untuk menggerakan sesuatu (misalnya menggerakkan kendaraan), kita harus mengubah kalor menjadi energi kinetik atau energi mekanik (energi mekanik = energi potensial + energi kinetik). Mengubah energi mekanik menjadi kalor adalah pekerjaan yang sangat mudah, tetapi mengubah kalor menjadi energi mekanik adalah pekerjaan sulit. Coba gosokan kedua telapak tanganmu… telapak tanganmu kepanasan khan ? Ketika kita menggosok kedua telapak tangan (kita melakukan usaha alias kerja), energi mekanik berubah menjadi kalor. Bahkan kalor yang tak terbatas bisa dihasilkan dengan melakukan kerja. Tapi proses sebaliknya, yakni memanfaatkan kalor untuk melakukan kerja adalah pekerjaan yang sulit.

Alat yang digunakan untuk memanfaatkan kalor untuk melakukan kerja baru ditemukan pada tahun 1700. Alat yang dimaksud adalah mesin uap. Mesin uap pertama kali digunakan untuk memompa air keluar dari tambang batu bara. Perlu diketahui bahwa penggunaan mesin uap pertama terjadi sebelum para ilmuwan mengetahui bahwa kalor sebenarnya merupakan energi yang berpindah akibat adanya perbedaan suhu (hukum pertama termodinamika belum dirumuskan). Penggunaan mesin uap waktu itu mungkin didasarkan pada pengalaman sehari-hari yang menunjukkan bahwa uap bisa menggerakkan sesuatu (misalnya uap air menendang-nendang tutup panci). Mesin uap termasuk mesin kalor (mesin kalor = alat yang mengubah kalor menjadi energi mekanik). Sekarang mesin uap digunakan untuk membangkitkan energi listrik. Mesin kalor modern adalah mesin pembakaran dalam (mesin mobil, mesin sepeda motor dkk).

Gagasan dasar dibalik penggunaan mesin kalor adalah bahwa kalor bisa diubah menjadi energi mekanik hanya jika kalor dibiarkan mengalir dari tempat bersuhu tinggi menuju tempat bersuhu rendah. Selama proses ini, sebagian kalor diubah menjadi energi mekanik (sebagian kalor digunakan untuk melakukan kerja), sebagian kalor dibuang pada tempat yang bersuhu rendah. Proses perubahan bentuk energi dan perpindahan energi pada mesin kalor tampak seperti diagram di bawah…

hukum-kedua-termodinamik-16

Amati diagram di atas… Suhu tinggi (TH) dan suhu rendah (TL) dikenal juga dengan julukan suhu operasi mesin (suhu = temperatur). Kalor yang mengalir dari tempat bersuhu tinggi diberi simbol QH, sedangkan kalor yang dibuang ke tempat bersuhu rendah diberi simbol QL. Ketika mengalir dari tempat bersuhu tinggi menuju tempat bersuhu rendah, sebagian QH diubah menjadi energi mekanik (digunakan untuk melakukan kerja/W), sebagian lagi dibuang sebagai QL. Sebenarnya kita sangat mengharapkan bahwa semua QH bisa diubah menjadi W, tapi pengalaman sehari-hari menunjukkan bahwa hal tersebut tidak mungkin terjadi. Selalu saja ada kalor yang terbuang. Dengan demikian, berdasarkan kekekalan energi, bisa disimpulkan bahwa QH = W + QL.

Sekarang mari kita tinjau mesin kalor yang biasa digunakan untuk mengubah kalor menjadi energi mekanik. Perlu diketahui bahwa kita hanya meninjau mesin kalor yang melakukan kerja secara terus menerus. Agar kerja bisa dilakukan secara terus menerus maka kalor harus mengalir secara terus menerus dari tempat bersuhu tinggi menuju tempat bersuhu rendah. Jika kalor hanya mengalir sekali saja maka kerja yang dilakukan mesin kalor juga hanya sekali saja (energi mekanik yang dihasilkan sangat sedikit). Dengan demikian mesin kalor tersebut tidak bisa kita manfaatkan secara optimal. Mesin kalor bisa dimanfaatkan secara optimal jika ia melakukan kerja secara terus menerus. Dengan kata lain, stok energi mekanik yang dihasilkan mesin kalor cukup banyak sehingga bisa kita gunakan untuk menggerakkan sesuatu.

Mesin Uap

Mesin uap menggunakan uap air sebagai media penghantar kalor. Uap biasa disebut sebagai zat kerja mesin uap. Terdapat dua jenis mesin uap, yakni mesin uap tipe bolak balik dan mesin uap turbin (turbin uap). Rancangan alatnya sedikit berbeda tetapi kedua jenis mesin uap ini mempunyai kesamaan, yakni menggunakan uap yang dipanaskan oleh pembakaran minyak, gas, batu bara atau menggunakan energi nuklir.

Mesin uap tipe bolak balik

hukum-kedua-termodinamik-2

Air dalam wadah biasanya dipanaskan pada tekanan yang tinggi. Karena dipanaskan pada tekanan yang tinggi maka proses pendidihan air terjadi pada suhu yang tinggi (ingat pembahasan mengenai pendidihan – Teori kinetik gas). Biasanya air mendidih (air mendidih = air berubah menjadi uap) sekitar suhu 500 oC. Suhu berbanding lurus dengan tekanan. Semakin tinggi suhu uap, semakin besar tekanan uap. Uap bersuhu tinggi atau uap bertekanan tinggi tersebut bergerak melewati katup masukan dan memuai terhadap piston. Ketika memuai, uap mendorong piston sehingga piston meluncur ke kanan. Dalam hal ini, sebagian kalor alias panas pada uap berubah menjadi energi kinetik (uap melakukan kerja terhadap piston — W = Fs). Pada saat piston bergerak ke kanan, roda yang dihubungkan dengan piston berputar (1). Setelah melakukan setengah putaran, roda menekan piston kembali ke posisinya semula (2). Ketika piston bergerak ke kiri, katup masukan dengan sendirinya tertutup, sebaliknya katup pembuangan dengan sendirinya terbuka. Uap tersebut dikondensasi oleh kondensor sehingga berubah menjadi embun (embun = air yang berasal dari uap). Selanjutnya, air yang ada di dalam kondensor dipompa kembali ke wadah untuk dididihkan lagi. Demikian seterusnya… Karena prosesnya terjadi secara berulang-ulang maka piston bergerak ke kanan dan ke kiri secara terus menerus. Karena piston bergerak ke kanan dan ke kiri secara terus menerus maka roda pun berputar secara terus menerus. Putaran roda biasanya digunakan untuk menggerakan sesuatu…

Proses perubahan bentuk energi dan perpindahan energi pada mesin uap tipe bolak balik di atas bisa dijelaskan seperti ini : Bahan bakar fosil (batu bara/minyak/gas) memiliki energi potensial kimia. Ketika bahan bakar fosil dibakar, energi potensial kimia berubah bentuk menjadi kalor alias panas. Kalor alias panas yang diperoleh dari hasil pembakaran bahan bakar fosil digunakan untuk memanaskan air (kalor berpindah menuju air dan uap). Selanjutnya sebagian kalor pada uap berubah bentuk menjadi energi kinetik translasi piston, sebagian lagi diubah menjadi energi dalam air. Sebagian besar energi kinetik translasi piston berubah menjadi energi kinetik rotasi roda pemutar, sebagian kecil berubah menjadi kalor alias panas (kalor alias panas timbul akibat adanya gesekan antara piston dengan silinder). Jika digunakan untuk membangkitkan listrik maka energi kinetik rotasi roda pemutar bentuk menjadi energi listrik. Dan seterusnya…

Turbin uap

Pada dasarnya prinsip kerja turbin uap sama dengan mesin uap tipe bolak balik. Bedanya mesin uap tipe bolak balik menggunakan piston, sedangkan turbin uap menggunakan turbin. Pada mesin uap tipe bolak balik, kalor diubah terlebih dahulu menjadi energi kinetik translasi piston. Setelah itu energi kinetik translasi piston diubah menjadi energi kinetik rotasi roda pemutar. Nah, pada turbin uap, kalor langsung diubah menjadi energi kinetik rotasi turbin… Turbin bisa berputar akibat adanya perbedaan tekanan. Suhu uap sebelah atas bilah jauh lebih besar daripada suhu uap sebelah bawah bilah (bilah tuh lempeng tipis yang ada di tengah turbin). Ingat ya, suhu berbading lurus dengan tekanan. Karena suhu uap pada sebelah atas bilah lebih besar dari suhu uap pada sebelah bawah bilah maka tekanan uap pada sebelah atas bilah lebih besar daripada tekanan uap pada sebelah bawah bilah. Adanya perbedaan tekanan menyebabkan si uap mendorong bilah ke bawah sehingga turbin berputar. Arah putaran turbin tampak seperti gambar di bawah…

hukum-kedua-termodinamik-3

Perlu diketahui bahwa prinsip kerja mesin uap didasarkan pada diagram perpindahan energi yang telah dijelaskan di atas. Dalam hal ini, energi mekanik bisa dihasilkan apabila kita membiarkan kalor mengalir dari benda atau tempat bersuhu tinggi menuju benda atau tempat bersuhu rendah. Dengan demikian, perbedaan suhu sangat diperlukan pada mesin uap.

Apabila dirimu perhatikan cara kerja mesin uap tipe bolak balik, tampak bahwa piston tetap bisa bergerak ke kanan dan ke kiri walaupun tidak ada perbedaan suhu (tidak ada kondensor dan pompa). Piston bisa bergerak ke kanan akibat adanya pemuaian uap bersuhu tinggi atau uap bertekanan tinggi. Dalam hal ini, sebagian kalor pada uap berubah menjadi energi kinetik translasi piston. Energi kinetik translasi piston kemudian berubah menjadi energi kinetik rotasi roda pemutar. Setelah melakukan setengah putaran, roda akan menekan piston kembali ke kiri. Ketika roda menekan piston kembali ke kiri, energi kinetik rotasi roda berubah lagi menjadi energi kinetik translasi piston. Ketika piston bergerak ke kiri, piston mendorong uap yang ada dalam silinder. Pada saat yang sama, katup pembuangan terbuka. Dengan demikian, uap yang didorong piston tadi akan mendorong temannya ada di sebelah bawah katup pembuangan. Nah, apabila suhu uap yang berada di sebelah bawah katup pembuangan = suhu uap yang didorong piston, maka semua energi kinetik translasi piston akan berubah lagi menjadi energi dalam uap. Energi dalam berbanding lurus dengan suhu. Kalau energi dalam uap bertambah maka suhu uap meningkat. Suhu berbanding lurus dengan tekanan. Kalau suhu uap meningkat maka tekanan uap juga meningkat. Dengan demikian, tekanan uap yang dibuang melalui katup pembuangan = tekanan uap yang masuk melalui katup masukan. Piston akan tetap bergerak ke kanan dan ke kiri seterusnya tetapi tidak akan ada energi kinetik total yang bisa dimanfaatkan (tidak ada kerja total yang dihasilkan). Jadi energi kinetik yang diterima oleh piston selama proses pemuaian (piston bergerak ke kanan) akan dikembalikan lagi kepada uap selama proses penekanan (piston bergerak ke kiri).

Dari penjelasan panjang lebar dan bertele-tele sebelumnya, kita bisa menyimpulkan bahwa perbedaan suhu dalam mesin uap tetap diperlukan. Perbedaan suhu dalam mesin uap bisa diperoleh dengan memanfaatkan kondensor. Ketika suhu dan tekanan uap yang berada di sebelah bawah katup pembuangan jauh lebih kecil dari pada suhu dan tekanan uap yang berada di dalam silinder, maka ketika si piston bergerak kembali ke kiri, besarnya tekanan (P = F/A) yang dilakukan piston terhadap uap jauh lebih kecil daripada besarnya tekanan yang diberikan uap kepada piston ketika si piston bergerak ke kanan. Dengan kata lain, besarnya usaha alias kerja yang dilakukan piston terhadap uap jauh lebih kecil daripada besarnya kerja yang dilakukan uap terhadap piston (W = Fs). Jadi hanya sebagian kecil energi kinetik piston yang dikembalikan lagi pada uap. Dengan demikian akan ada energi kinetik total atau kerja total yang dihasilkan. Energi kinetik total ini yang dipakai untuk menggerakan sesuatu (membangkitkan listrik dkk…) Pembangkitan energi listrik akan dibahas secara mendalam pada pokok bahasan listrik dan magnet…

Mesin Pembakaran Dalam

Mesin sepeda motor dan mesin mobil merupakan contoh mesin pembakaran dalam. Disebut mesin pembakaran dalam karena proses pembakaran terjadi di dalam silinder tertutup. Adanya mesin pembakaran dalam merupakan hasil rekayasa konsep penekanan dan pemuaian adiabatik yang sudah gurumuda jelaskan pada pokok bahasan hukum pertama termodinamika.

Pada kesempitan ini kita hanya meninjau mesin pembakaran dalam yang menggunakan bensin dan solar sebagai bahan bakar. Bensin dan solar termasuk minyak bumi, karenanya memiliki energi potensial kimia. Energi potensial kimia dalam bensin dan solar terlebih dahulu diubah menjadi kalor alias panas melalui proses pembakaran. Selanjutnya, kalor alias panas yang diperoleh melalui hasil pembakaran diubah menjadi energi mekanik. Adanya energi mekanik ini yang menyebabkan sepeda motor atau mobil bisa bergerak… Siklus pada mesin bensin disebut sebagai siklus otto, sedangkan siklus pada mesin solar disebut sebagai siklus diesel… Siklus = proses yang terjadi secara reversibel (bolak balik).

Siklus otto

hukum-kedua-termodinamik-4Ini adalah gambar mesin pembakaran dalam empat langkah alias empat tak… Mula-mula campuran udara dan uap bensin mengalir dari karburator menuju silinder pada saat piston bergerak ke bawah (langkah masukan). Selanjutnya campuran udara dan uap bensin dalam silinder ditekan secara adiabatik ketika piston bergerak ke atas (langkah kompresi alias penekanan). Karena ditekan secara adiabatik maka suhu dan tekanan campuran meningkat. Pada saat yang sama, busi memercikkan bunga api sehingga campuran udara dan uap bensin terbakar. Ketika terbakar, suhu dan tekanan gas semakin bertambah. Gas bersuhu tinggi dan bertekanan tinggi tersebut memuai terhadap piston dan mendorong piston ke bawah (langkai pemuaian). Selanjutnya gas yang terbakar dibuang melalui katup pembuangan dan dialirkan menuju pipa pembuangan (langkah pembuangan). Katup masukan terbuka lagi dan keempat langkah diulangi…

Perlu diketahui bahwa tujuan dari adanya langkah kompresi alias penekanan adiabatik adalah menaikkan suhu dan tekanan campuran udara dan uap bensin. Proses pembakaran pada tekanan yang tinggi akan menghasilkan suhu dan tekanan (P = F/A) yang sangat besar. Akibatnya gaya dorong (F = PA) yang dihasilkan selama proses pemuaian menjadi sangat besar. Mesin motor atau mobil menjadi lebih bertenaga… Walaupun tidak ditekan, campuran udara dan uap bensin bisa terbakar ketika si busi memercikkan bunga api. Tapi suhu dan tekanan gas yang terbakar tidak terlalu tinggi sehingga gaya dorong yang dihasilkan juga kecil. Akibatnya mesin menjadi kurang bertenaga…

Proses perubahan bentuk energi dan perpindahan energi pada mesin pembakaran dalam empat langkah di atas bisa dijelaskan seperti ini : Ketika terjadi proses pembakaran, energi potensial kimia dalam bensin + energi dalam udara berubah menjadi kalor alias panas. Sebagian kalor berubah menjadi energi mekanik batang piston dan poros engkol, sebagian kalor dibuang melalui pipa pembuangan (knalpot). Sebagian besar energi mekanik batang piston dan poros engkol berubah menjadi energi mekanik kendaraan (kendaraan bergerak), sebagian kecil berubah menjadi kalor alias panas… Panas timbul akibat adanya gesekan…

Proses pemuaian dan penekanan secara adiabatik pada siklus otto bisa digambarkan melalui diagram di bawah… (Diagram ini menunjukkan model ideal dari proses termodinamika yang terjadi pada mesin pembakaran dalam yang menggunakan bensin).

hukum-kedua-termodinamik-5

Campuran udara dan uap bensin masuk ke dalam silinder (a). Selanjutnya campuran udara dan uap bensin ditekan secara adiabatik (a-b). Perhatikan bahwa volume silinder berkurang… Campuran udara dan uap bensin dipanaskan pada volume konstan – campuran dibakar (b-c). Gas yang terbakar mengalami pemuaian adiabatik (c-d). Pendinginan pada volume konstan – gas yang terbakar dibuang ke pipa pembuangan dan campuran udara + uap bensin yang baru, masuk ke silinder (d-a).

Siklus Diesel

Prinsip kerja mesin diesel mirip seperti mesin bensin. Perbedaannya terletak pada langkah awal kompresi alias penekanan adiabatik (penekanan adiabatik = penekanan yang dilakukan dengan sangat cepat sehingga kalor alias panas tidak sempat mengalir menuju atau keluar dari sistem. Sistem untuk kasus ini adalah silinder). Kalau dalam mesin bensin, yang ditekan adalah campuran udara dan uap bensin, maka dalam mesin diesel yang ditekan hanya udara saja… Penekanan secara adiabatik menyebabkan suhu dan tekanan udara meningkat. Selanjutnya injector alias penyuntik menyemprotkan solar. Karena suhu dan tekanan udara sudah sangat tinggi maka ketika solar disemprotkan ke dalam silinder, si solar langsung terbakar… Tidak perlu pake busi lagi. Perhatikan besarnya tekanan yang ditunjukkan pada diagram di bawah… bandingkan dengan besarnya tekanan yang ditunjukkan pada diagram siklus otto…

hukum-kedua-termodinamik-6

Diagram ini menunjukkan siklus diesel ideal alias sempurna… Mula-mula udara ditekan secara adiabatik (a-b), lalu dipanaskan pada tekanan konstan – penyuntik alias injector menyemprotkan solar dan terjadilah pembakaran (b-c), gas yang terbakar mengalami pemuaian adiabatik (c-d), pendinginan pada volume konstan – gas yang terbakar dibuang ke pipa pembuangan dan udara yang baru, masuk ke silinder (d-a).

Dari penjelasan yang bertele-tele di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa setiap mesin kalor pada dasarnya memiliki zat kerja tertentu. Zat kerja untuk mesin uap adalah air, zat kerja untuk mesin bensin adalah udara dan uap bensin, zat kerja untuk mesin diesel adalah udara dan solar. Zat kerja biasanya menyerap kalor pada suhu yang tinggi (QH), melakukan usaha alias kerja (W), lalu membuang kalor sisa pada suhu yang lebih rendah (QL). Karena si energi kekal, maka QH = W + QL.

Efisiensi mesin kalor

Efisiensi (e) mesin kalor merupakan perbandingan antara Usaha alias Keja (W) yang dilakukan mesin dengan masukan Kalor pada suhu tinggi (QH). Secara matematis bisa ditulis seperti ini :

hukum-kedua-termodinamik-7

W merupakan keuntungan yang kita terima, sedangkan QH merupakan biaya yang kita keluarkan untuk membeli dan membakar bahan bakar. Sebagai manusia yang selalu ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dari pengeluaran yang sekecil-kecilnya , kita sangat berharap bahwa keuntungan yang kita peroleh (W) sebanding dengan biaya yang kita keluarkan (QH).

Berdasarkan kekekalan energi, Kalor masukan (QH) harus sama dengan Kerja (W) yang dilakukan + Kalor yang dibuang (QL). Secara matematis bisa seperti ini :

hukum-kedua-termodinamik-8

Kita gantikan W pada persamaan 1 dengan W pada persamaan 2 :

hukum-kedua-termodinamik-9

Jika ingin menyatakan efisiensi mesin kalor dalam persentase, kalikan saja persamaan efisiensi dengan 100 %.

Berdasarkan persamaan efisiensi di atas, tampak bahwa semakin banyak kalor yang dibuang (QL) oleh suatu mesin kalor, semakin tidak efisien mesin kalor tersebut (merugikan kita). Kita sangat menginginkan agar jumlah kalor yang dibuang (QL) sesedikit mungkin. Bagaimanapun kalor masukan (QH) biasanya diperoleh dengan membakar minyak, batu bara, gas dkk (bahan bakar yang kita bayar). Karenanya setiap mesin kalor pada dasarnya dirancang untuk memiliki efisiensi sebesar mungkin. Walaupun kita sangat menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari pengeluaran yang sekecil-kecilnya (prinsip ekonomi-kah ?), kenyataan menunjukkan bahwa efisiensi mesin uap biasanya sekitar 40 %, sedangkan efisiensi mesin pembakaran dalam sekitar 50 %. Hal ini menunjukkan bahwa setengah bagian kalor yang diperoleh dengan membakar bahan bakar terbuang percuma. Hanya setengah bagian saja yang berubah menjadi energi mekanik (digunakan untuk melakukan usaha alias kerja).

Contoh soal 1 :

Sebuah mesin kalor menyerap kalor sebanyak 3000 Joule (QH), melakukan usaha alias kerja (W) dan membuang kalor sebanyak 2500 Joule (QL). Berapakah efisiensi mesin kalor tersebut ?

Panduan jawaban :

hukum-kedua-termodinamik-10

Contoh soal 2 :

Sebuah mesin kalor menyerap kalor sebanyak 3000 Joule (QH), melakukan usaha alias kerja (W) dan membuang kalor sebanyak 2000 Joule (QL). Berapakah efisiensi mesin kalor tersebut ?

Panduan jawaban :

hukum-kedua-termodinamik-11

Contoh soal 3 :

Sebuah mesin kalor menyerap kalor sebanyak 3000 Joule (QH), melakukan usaha alias kerja (W) dan membuang kalor sebanyak 1500 Joule (QL). Berapakah efisiensi mesin kalor tersebut ?

Panduan jawaban :

hukum-kedua-termodinamik-12

Siklus Carnot

Untuk mengetahui bagaimana menaikkan efisiensi mesin kalor, seorang ilmuwan muda belia dari negeri Perancis yang bernama Sadi Carnot (1796-1832) meneliti suatu mesin kalor ideal secara teoritis pada tahun 1824. Pada waktu itu hukum pertama termodinamika belum dirumuskan (apalagi hukum kedua). Setelah Joule dan teman-temannya melakukan percobaan pada tahun 1830-an, para ilmuwan baru mengetahui secara pasti bahwa kalor merupakan energi yang berpindah akibat adanya perbedaan suhu. Jadi hukum pertama baru dirumuskan setelah tahun 1830. Carnot sudah meneliti mesin kalor ideal secara teoritis pada tahun 1824. Penelitian yang beliau lakukan sebenarnya untuk menaikkan efisiensi mesin uap yang pada waktu itu sudah digunakan. Kebanyakan mesin uap waktu itu kurang efisien…

Siklus pada mesin kalor ideal Carnot disebut sebagai siklus Carnot. Sebelum meninjau siklus Carnot, alangkah baiknya kita pahami kembali proses ireversibel. Setiap proses perubahan bentuk energi dan perpindahan energi yang berlangsung secara alami, biasanya terjadi secara ireversibel (tidak bisa balik). Misalnya kalau kita menggosokkan kedua telapak tangan, kedua telapak tangan kita biasanya kepanasan. Dalam hal ini, kalor alias panas dihasilkan melalui kerja yang kita lakukan. Prosesnya bersifat ireversibel. Kalor alias panas yang dihasilkan tersebut tidak bisa dengan sendirinya melakukan kerja dengan menggosok-gosok kedua telapak tangan kita. Nah, tujuan dari mesin kalor adalah membalikkan sebagian proses ini, di mana kalor alias panas bisa dimanfaatkan untuk melakukan kerja dengan efisiensi sebesar mungkin. Agar mesin kalor bisa memiliki efisiensi yang maksimum maka kita harus menghindari semua proses ireversibel… Perpindahan kalor yang terjadi secara alami biasanya bersifat ireversibel, karenanya kita berupaya agar si kalor tidak boleh jalan-jalan. Pada saat mesin mengambil kalor QH pada tempat yang bersuhu tinggi (TH), zat kerja dalam mesin juga harus berada pada suhu TH. Demikian juga apabila mesin membuang kalor QL pada tempat yang bersuhu rendah (TL), zat kerja dalam mesin juga harus berada pada suhu TL. Jadi setiap proses yang melibatkan perpindahan kalor harus bersifat isotermal (suhu sama). Sebaliknya, apabila suhu zat kerja dalam mesin berada di antara TH dan TL, tidak boleh terjadi perpindahan kalor antara mesin dengan tempat yang memiliki suhu TH (penyedia kalor) dan tempat yang memiliki suhu TL (pembuangan). Agar si kalor tidak jalan-jalan maka proses harus dilakukan secara adiabatik…

Siklus Carnot sebenarnya terdiri dari dua proses isotermal reversibel dan dua proses adiabatik reversibel.

hukum-kedua-termodinamik-13

Gambar di atas merupakan siklus Carnot untuk gas ideal. Mula-mula kalor diserap selama pemuaian isotermal (a-b). Selama pemuaian isotermal, suhu gas dalam silinder dijaga agar selalu konstan. Selanjutnya gas memuai secara adiabatik sehingga suhunya turun dari TH menjadi TL (b-c). TH = suhu tinggi (High temperatur), TL = suhu rendah (Low temperatur). Selama pemuaian adiabatik, tidak ada kalor yang masuk atau keluar dari silinder. Setelah itu gas ditekan secara isotermal (c-d). Selama penekanan isotermal, suhu gas dijaga agar selalu konstan. Seluruh proses pada siklus Carnot bersifat reversibel…

Selama pemuaian isotermal dan penekanan isotermal, suhu gas dijaga agar selalu konstan. Tujuannya adalah menghindari adanya perbedaan suhu. Adanya perbedaan suhu bisa menyebabkan terjadi perpindahan kalor (proses ireversibel). Agar proses isotermal bisa terjadi (suhu gas selalu konstan) maka gas harus dimuaikan atau ditekan secara perlahan-lahan. Dalam kenyataannya, pemuaian atau penekanan gas terjadi lebih cepat. Hal ini diakibatkan oleh adanya turbulensi (ingat materi fluida dinamis), gesekan, viskositas alias kekentalan dkk. Akibatnya, proses isotermal yang sempurna tidak akan pernah ada. Sebaliknya, pemuaian dan penekanan adiabatik dilakukan dengan cepat. Tujuannya adalah menjaga agar kalor tidak mengalir menuju silinder atau kabur dari silinder. Adaya gesekan, viskositas alias kekentalan dkk menyebabkan pemuaian dan penekanan adiabatik sempurna tidak akan pernah ada. Perlu diketahui bahwa mesin Carnot hanya bersifat teoritis saja. Mesin carnot tidak ada dalam kehidupan kita. Walaupun hanya bersifat teoritis saja tetapi adanya mesin Carnot sangat membantu pengembangan ilmu termodinamika. Minimal kita bisa mengetahui setiap proses ireversibel yang mungkin terjadi selama proses dan berupaya untuk meminimalkannya sehingga efisiensi mesin kalor rancangan kita bisa bernilai maksimum.

Hasil yang sangat penting dari mesin Carnot adalah bahwa untuk mesin kalor yang sempurna (semua proses reversibel), Kalor yang diserap (QH) sebanding dengan suhu TH dan Kalor yang dibuang (QL) sebanding dengan suhu TL. Dengan demikian, efisiensi mesin kalor sempurna adalah :

hukum-kedua-termodinamik-14

Contoh soal 1 :

Sebuah mesin uap bekerja antara suhu 500 oC dan 300 oC. Tentukan efisiensi ideal (efisiensi Carnot) dari mesin uap tersebut.

Panduan jawaban :

Suhu harus diubah ke dalam skala kelvin

TH (suhu tinggi) = 500 oC = 500 + 273 = 773 K

TL (suhu rendah) = 300 oC = 300 + 273 = 573 K

hukum-kedua-termodinamik-a

Efisiensi ideal atau efisiensi mesin kalor sempurna yang bekerja antara suhu 500 oC dan 300 oC adalah 26 %. Apabila mesin yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari bekerja antara suhu 500 oC dan 300 oC, efisiensi maksimum yang bisa dicapai mesin tersebut biasanya sekitar 0,7 kali efisiensi ideal (18,2 %). Hal ini dipengaruhi oleh adanya gesekan dan proses ireversibel lainnya…

Contoh soal 2 :

Sebuah mesin kalor menerima kalor (Q) sebanyak 600 Joule pada suhu 300 oC, melakukan kerja (W) 100 Joule dan membuang 500 J pada suhu 100 oC. Tentukan efisiensi sebenarnya dan efisiensi ideal (efisiensi Carnot) mesin ini…

Panduan jawaban :

Suhu harus diubah ke dalam skala Kelvin

TH (suhu tinggi) = 300 oC — 300 + 273 = 573 K

TL (suhu rendah) = 100 oC — 100 + 273 = 373 K

QH = 600 J

QL = 500 J

Efisiensi mesin :

hukum-kedua-termodinamik-b

Efisiensi ideal mesin ini :

hukum-kedua-termodinamik-c

Efisiensi ideal atau efisiensi mesin kalor sempurna yang bekerja antara suhu 300 oC dan 100 oC adalah 35 %. Efisiensi maksimum yang bisa dicapai mesin tersebut biasanya sekitar 0,7 kali efisiensi ideal = 0,7 x 35 % = 24,5 % (24,5 % x 600 J = 147 J kalor yang bisa digunakan untuk melakukan kerja).

Efisiensi sebenarnya dari mesin ini adalah 17 % (hanya 100 J kalor yang digunakan untuk melakukan kerja). Masih sekitar 147 J – 100 J = 47 J kalor yang bisa dipakai untuk melakukan kerja… Alangkah baiknya jika efisiensi mesin ini dtingkatkan, sehingga kerugian yang kita terima diminimalkan.

Contoh soal 3 :

Sebuah mesin menerima 1000 Joule kalor dan menghasilkan 400 Joule kerja pada setiap siklus. Mesin ini bekerja di antara suhu 500 oC dan 200 oC. Berapakah efisiensi sebenarnya dan efisiensi ideal mesin ini ?

Panduan jawaban :

TH (suhu tinggi) = 500 oC — 500 + 273 = 773 K

TL (suhu rendah) = 200 oC — 200 + 273 = 473 K

QH = 1000 J

QL = 400 J

Efisiensi mesin :

hukum-kedua-termodinamik-d

Efisiensi ideal mesin ini :

hukum-kedua-termodinamik-e

Efisiensi ideal alias efisiensi carnot = 40 %. Efisiensi mesin sebenarnya = 60 %… Mesin seperti ini tidak ada. Efisiensi mesin tidak mungkin melebihi efisiensi ideal alias efisiensi Carnot…

Contoh soal 4 :

Agar efisiensi ideal alias efisiensi mesin Carnot mencapai 100 % (1), berapakah suhu pembuangan (TL) yang diperlukan ?

Panduan jawaban :

hukum-kedua-termodinamik-f

Agar efisiensi ideal alias efisiensi mesin kalor sempurna bisa mencapai 100 % (semua kalor masukkan bisa digunakan untuk melakukan kerja) maka suhu pembuangan (TL) harus = 0 K.

Dalam pokok bahasan Suhu dan Kalor + Teori Kinetik Gas, gurumuda sudah menjelaskan kepadamu bahwa mencapai suhu 0 K adalah sesuatu yang mustahil alias tidak mungkin terjadi (hasil ini dikenal dengan julukan Hukum Ketiga Termodinamika. Selengkapnya akan dibahas dalam episode berikutnya). Karena 0 K tidak mungkin dicapai, maka suatu mesin kalor sempurna tidak mungkin memiliki efisiensi 100 %. Mesin kalor sempurna saja tidak bisa memiliki efisiensi 100 %, apalagi mesin kalor yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari…

Karena efisiensi 100 % tidak bisa dicapai oleh mesin kalor maka kita bisa menyimpulkan bahwa tidak mungkin semua kalor masukan (QH) digunakan untuk melakukan kerja. Pasti ada kalor yang terbuang (QL). Hasil ini bisa ditulis:

Tidak mungkin ada mesin kalor (yang bekerja dalam suatu siklus) yang dapat mengubah semua kalor alias panas menjadi kerja seluruhnya (Hukum kedua termodinamika – pernyataan Kelvin-Planck).

Tulisan dicetak miring di atas merupakan salah satu pernyataan khusus hukum kedua termodinamika. Disebut sebagai pernyataan khusus karena hanya berlaku untuk mesin kalor saja. Karena Kelvin dan Planck yang merumuskannya maka disebut juga sebagai pernyataan Kelvin-Planck. Perhatikan bahwa terdapat kata siklus pada pernyataan di atas. Siklus adalah proses yang terjadi secara berulang. Jadi si mesin kalor bekerja secara terus menerus. Ditambahkan kata siklus karena dalam kenyataannya, semua kalor bisa diubah menjadi kerja seluruhnya apabila prosesnya terjadi satu kali saja.

Pada pokok bahasan hukum pertama termodinamika, sudah menjelaskan kepadamu mengenai beberapa proses termodinamika, antara lain proses isotermal, isobarik, isokorik dan adiabatik. Nah, dalam proses isotermal, kita bisa mengubah semua kalor menjadi usaha alias kerja (Q = W). Hal ini bisa terjadi jika prosesnya hanya terjadi dalam satu tahap saja… Amati gambar di bawah :

hukum-kedua-termodinamik-g

Grafik ini menunjukkan proses isotermal (pemuaian isotermal) yang terjadi dalam satu tahap saja… Dalam proses ini, semua kalor (Q) bisa diubah menjadi kerja (W). Besarnya kerja yang dilakukan = luasan yang diarsir…

Agar bisa dimanfaatkan, mesin kalor harus bekerja secara terus menerus (prosesnya harus terjadi secara berulang, tidak bisa terjadi hanya dalam satu tahap saja). Misalnya mesin uap tipe bolak balik. Piston pada mesin uap tipe bolak balik harus bergerak ke kanan dan ke kiri secara terus menerus agar roda bisa berputar (bisa digunakan untuk menggerakkan sesuatu). Roda tidak bisa berputar kalau piston hanya bergerak ke kanan saja, setelah itu diam (proses hanya terjadi dalam satu tahap saja). Apabila proses terjadi secara berulang (piston bergerak ke kanan dan ke kiri secara terus menerus), tidak mungkin semua kalor bisa diubah menjadi kerja (pernyataan Kelvin-Planck). Misalnya kita tinjau proses isotermal yang ditunjukkan oleh grafik di atas.

hukum-kedua-termodinamik-h

Grafik di sebelah kiri menunjukkan pemuaian isotermal (panah ke bawah) dan penekanan isotermal (panah ke atas). Proses terjadi secara terus menerus secara isotermal (Tidak ada kerja yang dihasilkan). Grafik di sebelah kanan merupakan proses pemuaian isotermal (panah ke bawah), proses penekanan isobarik (panah ke kiri) dan proses isokorik (panah ke atas)… Dari kedua grafik ini, tampak bahwa untuk proses yang terjadi secara terus menerus (siklus), selalu ada kalor yang terbuang… Hal ini sesuai dengan penyataan Kelvin-Planck sebelumnya…

MESIN PENDINGIN (Refrigerator)

Mesin pendingin pada dasarnya merupakan mesin kalor yang bekerja terbalik. Jadi si mesin kalor mengambil kalor alias panas dari tempat yang bersuhu rendah dan membuang kalor tersebut ke tempat yang bersuhu tinggi… Agar proses ini bisa terjadi maka mesin harus melakukan kerja. Bagaimanapun kalor secara alami hanya mau mengalir dari tempat bersuhu tinggi menuju tempat bersuhu rendah. Kalor tidak mungkin mengalir dengan sendirinya dari tempat bersuhu rendah menuju tempat bersuhu tinggi. Hal ini sesuai dengan penyataan om Clausius yang telah diulas sebelumnya… Untuk proses yang terjadi pada mesin pendingin, pernyataan Clausius sebelumnya bisa ditulis dalam :

Tidak mungkin ada mesin pendingin (yang bekerja dalam suatu siklus) yang dapat memindahkan kalor alias panas dari tempat bersuhu rendah menuju tempat bersuhu tinggi, tanpa disertai dengan usaha alias kerja (Hukum kedua termodinamika – pernyataan Clausius).

Tulisan yang dicetak miring ini merupakan salah satu pernyataan khusus hukum kedua termodinamika. Pernyataan ini hanya berlaku untuk mesin pendingin…

Proses perubahan bentuk energi dan perpindahan energi pada mesin pendingin tampak seperti diagram di bawah…

hukum-kedua-termodinamik-i1

Amati diagram di atas… Mesin melakukan kerja (W) untuk mengambil kalor alias panas dari tempat bersuhu rendah (QL) dan membuang kalor tersebut ke tempat bersuhu tinggi (QH). Berdasarkan kekekalan energi, bisa disimpulkan bahwa QL + W = QH.

Kalau dalam mesin kalor digunakan istilah efisiensi, maka dalam mesin pendingin digunakan istilah koefisien kinerja (KK). Koefisien kinerja (KK) mesin pendingin merupakan perbandingan antara Kalor yang dipindahkan dari tempat bersuhu rendah (QL) dengan kerja (W) yang dilakukan untuk memindahkan kalor tersebut. Secara matematis bisa ditulis seperti ini :

termo-1-1

Jika ingin menyatakan koefisien kinerja mesin pendingin dalam persentase, kalikan saja persamaan ini dengan 100 %.

Koefisien Kinerja mesin pendingin ideal (Koofisien kinerja pendingin Carnot) :

termodinamika-khusus-2

Terdapat beberapa mesin pendingin yang biasa kita gunakan, antara lain kulkas, AC (pendingin ruangan) dan pompa kalor.

Kulkas

Tataplah gambar di bawah dengan penuh kelembutan. Kondensor = pengubah uap menjadi cair, kompresor = penekan. Gulungan pendingin biasanya berada di dalam kulkas, sedangkan gulungan kondensor berada di luar kulkas (di belakang kulkas).

hukum-kedua-termodinamik-l

Di dalam gulungan terdapat fluida yang berada dalam keseimbangan fase (berada dalam wujud cair dan uap). Fluida tersebut dikenal dengan julukan refrigeran. Refrigeran yang biasa digunakan pada masa lalu adalah freon. Saat ini freon tidak digunakan lagi karena pelepasan zat ini dapat merusak lapisan ozon.

Motor kompresor (digerakkan oleh listrik) menyedot refrigeran (dalam wujud uap) dan menekannya secara adiabatik. Karena ditekan secara adiabatik maka suhu uap meningkat. Karena suhu meningkat maka tekanan uap juga meningkat… Adanya perbedaan suhu antara kompresor (suhu tinggi) dan kondensor (suhu rendah) menyebabkan uap yang bersuhu tinggi dan bertekanan tinggi berbondong-bondong mengalir melewati gulungan kondensor yang berada di belakang kulkas … Suhu refrigeran lebih tinggi daripada suhu udara sekitar, karenanya ketika mengalir melalui gulungan kondensor, uap melepaskan kalor alias panas ke udara sekitar. Karena dikondensasi oleh kondensor maka uap mendingin dan berubah menjadi cair… Ketika mengalir melalui katup pemuai, si refrigeran yang sudah berubah menjadi cair dimuaikan secara adiabatik. Adanya pemuaian adiabatik menyebabkan cairan menjadi semakin dingin (suhunya menurun). Cairan yang lagi kedinginan tersebut jalan-jalan di dalam gulungan yang berada di dalam kulkas. Karena cairan dalam gulungan lebih dingin daripada udara dalam kulkas maka kalor pun berbondong-bondong meluncur menuju cairan. Karena dikunjungi oleh kalor maka si refrigeran berubah wujud menjadi uap (cairan menyerap kalor alias panas dalam kulkas). Refrigeran yang sudah berubah status menjadi uap disedot oleh motor kompresor dan ditekan secara adiabatik. Dan seterusnya… (prosesnya diulangi lagi). Karena kalor alias panas yang ada di dalam kulkas melakukan pengungsian masal menuju cairan yang ada dalam gulungan maka kulkas menjadi dingin.

AC (pendingin ruangan)
Walaupun rancangan alatnya berbeda, pada dasarnya prinsip kerja pendingin ruangan mirip seperti kulkas. Untuk kasus ini, isi “kulkas”-nya adalah sebuah ruangan. Biasanya gulungan pendingin berada di dalam ruangan sedangkan gulungan kondensor berada di luar ruangan… Pada bagian belakang gulungan kondensor biasanya terdapat kipas. Tugas kipas hanya mengatur sirkulasi udara dan meniup gulungan kondensor sehingga perpindahan kalor dari gulungan kondensor dan udara sekitar bisa terjadi lebih cepat… Sebaliknya, di bagian belakang gulungan pendingin terdapat blower alias peniup. Tugasnya mirip seperti kipas.. Kalau si kipas niup gulungan kondensor yang ada di luar ruangan sehingga kalor alias panas cepat kabur menuju udara sekitar, maka si blower niup gulungan pendingin yang ada dalam ruangan sehingga udara dingin bisa menyebar dalam ruangan

Teori Gas Ideal

SIFAT GAS UMUM

1. Gas mudah berubah bentuk dan volumenya.
2. Gas dapat digolongkan sebagai fluida, hanya kerapatannya jauh lebih kecil.

SIFAT GAS IDEAL

1. Gas terdiri atas partikel-partikel dalam jumlah yang besar sekali, yang senantiasa bergerak dengan arah sembarang dan tersebar merata dalam ruang yang kecil.
2. Jarak antara partikel gas jauh lebih besar daripada ukuran partikel, sehingga ukuran partikel gas dapat diabaikan.
3. Tumbukan antara partikel-partikel gas dan antara partikel dengan dinding tempatnya adalah elastis sempurna.
4. Hukum-hukum Newton tentang gerak berlaku.

Karena hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lussac tidak berlaku untuk semua kondisi gas maka analisis kita akan menjadi lebih sulit. Untuk mengatasi hal ini (maksudnya untuk mempermudah analisis), kita bisa membuat suatu model gas ideal alias gas sempurna. Gas ideal tidak ada dalam kehidupan sehari-hari; yang ada dalam kehidupan sehari-hari cuma gas riil alias gas nyata. Gas ideal cuma bentuk sempurna yang sengaja kita buat untuk mempermudah analisis, mirip seperti konsep benda tegar atau fluida ideal. Kita bisa menganggap hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lusac berlaku pada semua kondisi gas ideal, baik ketika tekanan dan massa jenis gas sangat tinggi atau suhu gas mendekati titik didih. Adanya konsep gas ideal ini juga sangat membantu kita dalam meninjau hubungan antara ketiga hukum gas tersebut.

Penyataan hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lussac.

Hukum Boyle

Berdasarkan percobaan yang dilakukannya, Robert Boyle menemukan bahwa apabila suhu gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas bertambah, volume gas semakin berkurang. Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas berkurang, volume gas semakin bertambah. Istilah kerennya tekanan gas berbanding terbalik dengan volume gas. Hubungan ini dikenal dengan julukan Hukum Boyle. Secara matematis ditulis sebagai berikut :

hukum-gas-ideal-a

Keterangan :

hukum-gas-ideal-b

Hukum Charles

Seratus tahun setelah Boyle menemukan hubungan antara volume dan tekanan, seorang ilmuwan berkebangsaan Perancis yang bernama om Jacques Charles (1746-1823) menyelidiki hubungan antara suhu dan volume gas. Berdasarkan hasil percobaannya, om Cale menemukan bahwa apabila tekanan gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika suhu mutlak gas bertambah, volume gas pun ikt2an bertambah, sebaliknya ketika suhu mutlak gas berkurang, volume gas juga ikut2an berkurang. Hubungan ini dikenal dengan julukan hukum Charles. Secara matematis ditulis sebagai berikut :

hukum-gas-ideal-c

Hukum Gay-Lussac

Setelah Boyle dan Charles mengabadikan namanya dalam ilmu fisika, Joseph Gay-Lussac pun tak mau ketinggalan. Berdasarkan percobaan yang dilakukannya, Jose menemukan bahwa apabila volume gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas bertambah, suhu mutlak gas pun ikut bertambah. Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas berkurang, suhu mutlak gas pun ikut berkurang. Pada volume konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak gas. Hubungan ini dikenal dengan julukan Hukum Gay-Lussac. Secara matematis ditulis sebagai berikut :

hukum-gas-ideal-d

Hubungan antara suhu, volume dan tekanan gas

Hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lussac baru menurunkan hubungan antara suhu, volume dan tekanan gas secara terpisah. Bagaimanapun ketiga besaran ini memiliki keterkaitan erat dan saling mempengaruhi. Karenanya, dengan berpedoman pada ketiga hukum gas di atas, kita bisa menurunkan hubungan yang lebih umum antara suhu, volume dan tekanan gas. Gurumuda tulis lagi ketiga perbandingan di atas biar dirimu lebih nyambung :

hukum-gas-ideal-e

Jika perbandingan 1, perbandingan 2 dan perbandingan 3 digabung menjadi satu, maka akan tampak seperti ini :

hukum-gas-ideal-f

Persamaan ini menyatakan bahwa tekanan (P) dan volume (V) sebanding dengan suhu mutlak (T). Sebaliknya, volume (V) berbanding terbalik dengan tekanan (P).

Perbandingan 4 bisa menjadi persamaan :

hukum-gas-ideal-g

Keterangan :

P1 = tekanan awal (Pa atau N/m2)

P2 = tekanan akhir (Pa atau N/m2)

V1 = volume awal (m3)

V2 = volume akhir (m3)

T1 = suhu awal (K)

T2 = suhu akhir (K)

(Pa = pascal, N = Newton, m2 = meter kuadrat, m3 = meter kubik, K = Kelvin)

Hubungan antara massa gas (m) dengan volume (V)

Sejauh ini kita baru meninjau hubungan antara suhu, volume dan tekanan gas. Setiap zat alias materi, termasuk zat gas terdiri dari atom-atom atau molekul-molekul. Karena atom atau molekul mempunyai massa maka tentu saja gas juga mempunyai massa. K

Semakin besar massa gas, semakin besar volume balon. Kita bisa mengatakan bahwa massa gas (m) sebanding alias berbanding lurus dengan volume gas (V). Secara matematis ditulis seperti ini :

hukum-gas-ideal-h

Jika perbandingan 4 digabung dengan perbandingan 5 maka akan tampak seperti ini :

hukum-gas-ideal-i

Jumlah mol (n)

Sebelum melangkah lebih jauh, terlebih dahulu kita bahas konsep mol. 1 mol = besarnya massa suatu zat yang setara dengan massa molekul zat tersebut. Massa dan massa molekul itu berbeda.
Sekarang giliran jumlah mol (n). Pada umumnya, jumlah mol (n) suatu zat = perbandingan massa zat tersebut dengan massa molekulnya. Secara matematis ditulis seperti ini :

hukum-gas-ideal-j1

Konstanta gas universal (R)

Perbandingan yang sudah diturunkan di atas (perbandingan 6) bisa diubah menjadi persamaan dengan menambahkan konstanta perbandingan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ilmuwan, ditemukan bahwa apabila kita menggunakan jumlah mol (n) untuk menyatakan ukuran suatu zat maka konstanta perbandingan untuk setiap gas memiliki besar yang sama. Konstanta perbandingan yang dimaksud adalah konstanta gas universal (R). Universal = umum,

R = 8,315 J/mol.K

= 8315 kJ/kmol.K

= 0,0821 (L.atm) / (mol.K)

= 1,99 kal / mol. K

(J = Joule, K = Kelvin, L = liter, atm = atmosfir, kal = kalori)

HUKUM GAS IDEAL (dalam jumlah mol)

Perbandingan 6 (tuh di atas) bisa kita tulis menjadi persamaan, dengan memasukan jumlah mol (n) dan konstanta gas universal (R)…

PV = nRT

Persamaan ini dikenal dengan julukan hukum gas ideal alias persamaan keadaan gas ideal.

Keterangan :

P = tekanan gas (N/m2)

V = volume gas (m3)

n = jumlah mol (mol)

R = konstanta gas universal (R = 8,315 J/mol.K)

T = suhu mutlak gas (K)

CATATAN :

Pertama, dalam penyelesaian soal, dirimu akan menemukan istilah STP. STP tuh singkatan dari Standard Temperature and Pressure. atau dalam bahasa orang Indonesia, STP artinya Temperatur dan Tekanan Standar. Temperatur = suhu.

Temperatur standar (T) = 0 oC = 273 K

Tekanan standar (P) = 1 atm = 1,013 x 105 N/m2 = 1,013 x 102 kPa = 101 kPa

Kedua, dalam menyelesaikan soal-soal hukum gas, suhu alias temperatur harus dinyatakan dalam skala Kelvin (K)

Ketiga, apabila tekanan gas masih berupa tekanan ukur, ubah terlebih dahulu menjadi tekanan absolut. Tekanan absolut = tekanan atmosfir + tekanan ukur (tekanan atmosfir = tekanan udara luar)

Keempat, jika yang diketahui adalah tekanan atmosfir (tidak ada tekanan ukur), langsung oprek saja tuh soal.

Contoh soal 1 :

Pada tekanan atmosfir (101 kPa), suhu gas karbon dioksida = 20 oC dan volumenya = 2 liter. Apabila tekanan diubah menjadi 201 kPa dan suhu dinaikkan menjadi 40 oC, hitung volume akhir gas karbon dioksida tersebut…

Panduan jawaban :

P1 = 101 kPa

P2 = 201 kPa

T1 = 20 oC + 273 K = 293 K

T2 = 40 oC + 273 K = 313 K

V1 = 2 liter

V2 = ?

Tumbangkan soal :

hukum-gas-ideal-n

Volume akhir gas karbon dioksida = 1,06 liter

Contoh soal 2 :

Tentukan volume 2 mol gas pada STP (anggap saja gas ini adalah gas ideal)

Panduan jawaban :

hukum-gas-ideal-o

Volume 2 mol gas pada STP (temperatur dan tekanan stadard) adalah 44,8 liter.

Contoh soal 3 :

Volume gas oksigen pada STP = 20 m3. Berapa massa gas oksigen ?

Panduan jawaban :

Volume 1 mol gas pada STP = 22,4 liter = 22,4 dm3 = 22,4 x 10-3 m3 (22,4 x 10-3 m3/mol)

Volume gas oksigen pada STP = 20 m3

hukum-gas-ideal-p

Massa molekul oksigen = 32 gram/mol (massa 1 mol oksigen = 32 gram). Dengan demikian, massa gas oksigen adalah :

hukum-gas-ideal-q

Catatan :

Massa molar = massa molekul

Contoh soal 4 :

Sebuah tangki berisi 4 liter gas oksigen (O2). Suhu gas oksigen tersebut = 20 oC dan tekanan terukurnya = 20 x 105 N/m2. Tentukan massa gas oksigen tersebut (massa molekul oksigen = 32 kg/kmol = 32 gram/mol)

Panduan jawaban :

P = Patm + Pukur = (1 x 105 N/m2) + (20 x 105 N/m2) = 21 x 105 N/m2

T = 20 oC + 273 = 293 K

V = 4 liter = 4 dm3 = 4 x 10-3 m3

R = 8,315 J/mol.K = 8,315 Nm/mol.K

Massa molekul O2 = 32 gram/mol = 32 kg/kmol

Massa O2 = ?

hukum-gas-ideal-r

Massa gas oksigen = 110 gram = 0,11 kg

HUKUM GAS IDEAL (Dalam jumlah molekul)

Kalau sebelumnya Hukum gas ideal dinyatakan dalam jumlah mol (n), maka kali ini hukum gas ideal dinyatakan dalam jumlah molekul (N).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, apabila kita menyatakan ukuran zat tidak dalam bentuk massa (m), tapi dalam jumlah mol (n), maka konstanta gas universal (R) berlaku untuk semua gas. Hal ini pertama kali ditemukan oleh alhamrum Amedeo Avogadro (1776-1856), mantan ilmuwan Italia. Almahrum Avogadro mengatakan bahwa ketika volume, tekanan dan suhu setiap gas sama, maka setiap gas tersebut memiliki jumlah molekul yang sama. Kalimat yang dicetak tebal ini dikenal dengan julukan hipotesa Avogadro (hipotesa = ramalan atau dugaan). Hipotesa almahrum Avogadro ini sesuai dengan kenyataan bahwa konstanta R sama untuk semua gas. Berikut ini beberapa pembuktiannya :

Pertama, jika kita menyelesaikan soal menggunakan persamaan hukum gas ideal (PV = nRT), kita akan menemukan bahwa ketika jumlah mol (n) sama, tekanan dan suhu juga sama, maka volume semua gas akan bernilai sama, apabila kita menggunakan konstanta gas universal (R = 8,315 J/mol.K). Karenanya dirimu jangan pake heran kalau pada STP, setiap gas yang memiliki jumlah mol (n) yang sama akan memiliki volume yang sama. Volume 1 mol gas pada STP = 22,4 liter. Volume 2 mol gas = 44,8 liter. Volume 3 mol gas = 67,2 liter. Dan seterusnya, ini berlaku untuk semua gas.

Kedua, jumlah molekul dalam 1 mol sama untuk semua gas. Jumlah molekul dalam 1 mol = jumlah molekul per mol = bilangan avogadro (NA). Jadi bilangan Avogadro bernilai sama untuk semua gas. Besarnya bilangan Avogadro diperoleh melalui pengukuran :

NA = 6,02 x 1023 molekul/mol = 6,02 x 1023 /mol

= 6,02 x 1026 molekul/kmol = 6,02 x 1026 /kmol

Untuk memperoleh jumlah total molekul (N), maka kita bisa mengalikan jumlah molekul per mol (NA) dengan jumlah mol (n).

hukum-gas-ideal-s

Persamaan Hukum Gas Ideal :

hukum-gas-ideal-t

Ini adalah persamaan Hukum Gas Ideal dalam bentuk jumlah molekul.

hukum-gas-ideal

Keterangan :

P = Tekanan

V = Volume

N = Jumlah total molekul

k = Konstanta Boltzmann (k = 1,38 x 10-13 J/K)

T = Suhu

Tambahan:

Volume

1 liter (L) = 1000 mililiter (mL) = 1000 centimeter kubik (cm3)

1 liter (L) = 1 desimeter kubik (dm3) = 1 x 10-3 m3

Tekanan

1 N/m2 = 1 Pa

1 atm = 1,013 x 105 N/m2 = 1,013 x 105 Pa = 1,013 x 102 kPa = 101,3 kPa (biasanya dipakai 101 kPa)

Pa = pascal

atm = atmosfir
PERSAMAAN GAS IDEAL DAN TEKANAN (P) GAS IDEAL

P V = n R T = N K T

n = N/No

T = suhu (ºK)
R = K . No = 8,31 )/mol. ºK
N = jumlah pertikel

P = (2N / 3V) . Ek ® T = 2Ek/3K

V = volume (m3)
n = jumlah molekul gas
K = konstanta Boltzman = 1,38 x 10-23 J/ºK
No = bilangan Avogadro = 6,023 x 1023/mol

ENERGI TOTAL (U) DAN KECEPATAN (v) GAS IDEAL

Ek = 3KT/2

U = N Ek = 3NKT/2

v = Ö(3 K T/m) = Ö(3P/r)

dengan:

Ek = energi kinetik rata-rata tiap partikel gas ideal
U = energi dalam gas ideal = energi total gas ideal
v = kecepatan rata-rata partikel gas ideal
m = massa satu mol gas
p = massa jenis gas ideal

Jadi dari persamaan gas ideal dapat diambil kesimpulan:

1. Makin tinggi temperatur gas ideal makin besar pula kecepatan partikelnya.
2. Tekanan merupakan ukuran energi kinetik persatuan volume yang dimiliki gas.
3. Temperatur merupakan ukuran rata-rata dari energi kinetik tiap partikel gas.
4. Persamaan gas ideal (P V = nRT) berdimensi energi/usaha .
5. Energi dalam gas ideal merupakan jumlah energi kinetik seluruh partikelnya.

Teori Kinetik Gas

Di pertengahan abad ke-19, ilmuwan mengembangkan suatu teori baru untuk menggantikan teori kalorik. Teori ini bedasarkan pada anggapan bahwa zat disusun oleh partikel-partikel sangat kecil yang selalu bergerak. Bunyi teori Kinetik adalah sebagai berikut:

Dalam benda yang panas, partikel-partikel bergerak lebih cepat dan karena itu memiliki energi yang lebih besar daripada partikel-partikel dalam benda yang lebih dingin.

Teori Kinetik (atau teori kinetik pada gas) berupaya menjelaskan sifat-sifat makroscopik gas, seperti tekanan, suhu, atau volume, dengan memperhatikan komposisi molekular mereka dan gerakannya. Intinya, teori ini menytakan bahwa tekanan tidaklah disebabkan oleh denyut-denyut statis di antara molekul-molekul, seperti yang diduga Isaac Newton, melainkan disebabkan oleh tumbukan antarmolekul yang bergerak pada kecepatan yang berbeda-beda. Teori Kinetik dikenal pula sebagai Teori Kinetik-Molekular atau Teori Tumbukan atau Teori Kinetik pada Gas.

Teori untuk gas ideal memiliki asumsi-asumsi berikut ini:

* Gas terdiri dari partikel-partikel sangat kecil, dengan [[massa] tidak nol.
* Banyaknya molekul sangatlah banyak, sehingga perlakuan statistika dapat diterapkan.
* Molekul-molekul ini bergerak secara konstan sekaligus acak. Partikel-partike yang bergerak sangat cepat itu secara konstan bertumbukan dengan dinding-dinding wadah.
* Tumbukan-tumbukan partikel gas terhadap dinding wadah bersifat lenting (elastis) sempurna.
* Interaksi antarmolekul dapat diabaikan (negligible). Mereka tidak mengeluarkan gaya satu sama lain, kecuali saat tumbukan terjadi.
* Keseluruhan volume molekul-molekul gas individual dapat diabaikan bila dibandingkan dengan volume wadah. Ini setara dengan menyatakan bahwa jarak rata-rata antarpartikel gas cukuplah besar bila dibandingkan dengan ukuran mereka.
* Molekul-molekul berbentuk bulat (bola) sempurna, dan bersifat lentur (elastic).
* Energi kinetik rata-rata partikel-partikel gas hanya bergantung kepada suhu sistem.
* Efek-efek relativistik dapat diabaikan.
* Efek-efek Mekanika kuantum dapat diabaikan. Artinya bahwa jarak antarpartikel lebih besar daripada panjang gelombang panas de Broglie dan molekul-molekul dapat diperlakukan sebagai objek klasik.
* Waktu selama terjadinya tumbukan molekul dengan dinding wadah dapat diabaikan karena berbanding lurus terhadap waktu selang antartumbukan.
* Persamaan-persamaan gerak molekul berbanding terbalik terhadap waktu.

Lebih banyak pengembangan menenangkan asumsi-asumsi ini dan didasarkan kepada Persamaan Boltzmann. Ini dapat secara akurat menjelaskan sifat-sifat gas padat, sebab mereka menyertakan volume molekul. Asumsi-asumsi penting adalah ketiadaan efek-efek quantum, kekacauan molekular dan gradien kecil di dalam sifat-sifat banyaknya. Perluasan terhadap orde yang lebih tinggi dalam kepadatan dikenal sebagai perluasan virial. Karya definitif adalah buku tulisan Chapman dan Enskog, tetepi terdapat pengembangan yang lebih modern dan terdapat pendekatan alternatif yang dikembangkan oleh Grad, didasarkan pada perluasan momentum.Di dalam batasan lainnya, untuk gas yang diperjarang, gradien-gradien di dalam sifat-sifat besarnya tidaklah kecil bila dibandingkan dengan lintasan-lintasan bebas rata-ratanya. Ini dikenal sebagai rezim Knudsen regime dan perluasan-perluasannya dapat dinyatakan dengan Bilangan Knudsen.

Teori Kinetik juga telah diperluas untuk memasukkan tumbukan tidak lenting di dalam materi butiran oleh Jenkins dan kawan-kawan.



Faktor :
Tekanan

Tekanan dijelaskan oleh teori kinetik sebagai kemunculan dari gaya yang dihasilkan oleh molekul-molekul gas yang menabrak dinding wadah. Misalkan suatu gas denagn N molekul, masing-masing bermassa m, terisolasi di dalam wadah yang mirip kubus bervolume V. Ketika sebuah molekul gas menumbuk dinding wadah yang tegak lurus terhadap sumbu koordinat x dan memantul dengan arah berlawanan pada laju yang sama (suatu tumbukan lenting), maka momentum yang dilepaskan oleh partikel dan diraih oleh dinding adalah:

di mana vx adalah komponen-x dari kecepatan awal partikel.

Partikel memberi tumbukan kepada dinding sekali setiap 2l/vx satuan waktu (di mana l adalah panjang wadah). Kendati partikel menumbuk sebuah dinding sekali setiap 1l/vx satuan waktu, hanya perubahan momentum pada dinding yang dianggap, sehingga partikel menghasilkan perubahan momentum pada dinding tertentu sekali setiap 2l/vx satuan waktu.

gaya yang dimunculkan partikel ini adalah:

Keseluruhan gaya yang menumbuk dinding adalah:

di mana hasil jumlahnya adalah semua molekul gas di dalam wadah.

Besaran kecepatan untuk tiap-tiap partikel mengikuti persamaan ini:

Kini perhatikan gaya keseluruhan yang menumbuk keenam-enam dinding, dengan menambahkan sumbangan dari tiap-tiap arah, kita punya:

di mana faktor dua muncul sejak saat ini, dengan memperhatikan kedua-dua dinding menurut arah yang diberikan.

Misalkan ada sejumlah besar partikel yang bergerak cukup acak, gaay pada tiap-tiap dinding akan hampir sama dan kini perhatikanlah gaya pada satu dinding saja, kita punya:

Kuantitas
dapat dituliskan sebagai di mana garis atas menunjukkan rata-rata, pada kasus ini rata-rata semua partikel. Kuantitas ini juga dinyatakan dengan di mana vrms dalah akar kuadrat rata-rata kecepatan semua partikel.

Jadi, gaya dapat dituliskan sebagai:

Tekanan, yakni gaya per satuan luas, dari gas dapat dituliskan sebagai:

di mana A adalah luas dinding sasaran gaya.

Jadi, karena luas bagian yang berseberangan dikali dengan panjang sama dengan volume, kita punya pernyataan berikut untuk tekanan

di mana V adalah volume. Maka kita punya

Karena Nm adalah masa keseluruhan gas, maka kepadatan adalah massa dibagi oleh volume
Maka tekanan adalah
Hasil ini menarik dan penting, sebab ia menghubungkan tekanan, sifat makroskopik, terhadap energi kinetik translasional rata-rata per molekul yakni suatu sifat mikroskopik. Ketahuilah bahwa hasil kali tekanan dan volume adalah sepertiga dari keseluruhan energi kinetik.

Suhu dan energi kinetik

Dari hukum gas ideal

PV = NkBT(1)

dimana B adalah konstanta Boltzmann dan T adalah suhu absolut. Dan dari rumus diatas, dihasilkan Gagal memparse (kesalahan sintaks): PV={Nmv_{rms}^2\overset 3}

Derivat:


yang menuju ke fungsi energi kinetik dari sebuah molekul

Energi kinetik dari sistem adalah N kali lipat dari molekul
Suhunya menjadi
Persamaan 3 ini adalah salah satu hasil penting dari teori kinetik
“ Rerata energi kinetik molekuler adalah sebanding dengan suhu absolut. ”
Dari persamaan 1 dan 3 didapat:

Dengan demikian, hasil dari tekanan dan volume tiap mol sebanding dengan rerata energi kinetik molekuler. Persamaan 1 dan 4 disebut dengan hasil klasik, yang juga dapat diturunkan dari mekanika statistik[1].

Karena 3N adalah derajat kebebasan (DK) dalam sebuah sistem gas monoatomik dengan N partikel, energi kinetik tiap DK adalah:

Dalam energi kinetik tiap DK, konstanta kesetaraan suhu adalah setengah dari konstanta Boltzmann. Hasil ini berhubungan dengan teorema ekuipartisi. Seperti yang dijelaskan pada artikel kapasitas bahang, gas diatomik seharusnya mempunyai 7 derajat kebebasan, tetapi gas yang lebih ringan berlaku sebagai gas yang hanya mempunyai 5. Dengan demikian, energi kinetik tiap kelvin (gas ideal monoatomik) adalah:

* Tiap mole: 12.47 J
* Tiap molekul: 20.7 yJ = 129 μeV

Pada STP (273,15 K , 1 atm), didapat:

* Tiap mole: 3406 J
* Tiap molekul: 5.65 zJ = 35.2 meV
Banyaknya tumbukan dengan dinding

Jumlah tumbukan atom dengan dinding wadah tiap satuan luar tiap satuan waktu dapat diketahui. Asumsikan pada gas ideal, derivasi dari menghasilkan persamaan untuk jumlah seluruh tumbukan tiap satuan waktu tiap satuan luas:

Laju RMS molekul

Dari persamaan energi kinetik dapat ditunjukkan bahwa:

dengan v pada m/s, T pada kelvin, dan R adalah konstanta gas. Massa molar diberikan sebagai kg/mol. Kelajuan paling mungkin adalah 81.6% dari kelajuan RMS, dan rerata kelajuannya 92.1% (distribusi kelajuan Maxwell-Boltzmann).
Banyaknya tumbukan dengan dinding

One can calculate the number of atomic or molecular collisions with a wall of a container per unit area per unit time.

Assuming an ideal gas, a derivation results in an equation for total number of collisions per unit time per area:

Laju RMS molekul

From the kinetic energy formula it can be shown that

with v in m/s, T in kelvins, and R is the gas constant. The molar mass is given as kg/mol. The most probable speed is 81.6% of the rms speed, and the mean speeds 92.1% (distribution of speeds).

Momen Inersia

Semakin besar torsi, semakin besar perubahan kecepatan sudut yang dialami benda. Perubahan kecepatan sudut = percepatan sudut. Jadi kita bisa mengatakan bahwa torsi sebanding alias berbanding lurus dengan percepatan sudut benda. Perlu diketahui bahwa benda yang berotasi juga memiliki massa.

Dalam gerak lurus, massa berpengaruh terhadap gerakan benda. Massa bisa diartikan sebagai kemampuan suatu benda untuk mempertahankan kecepatan geraknya. Apabila benda sudah bergerak lurus dengan kecepatan tertentu, benda sulit dihentikan jika massa benda itu besar. Sebuah truk gandeng yang sedang bergerak lebih sulit dihentikan dibandingkan dengan sebuah taxi. Sebaliknya jika benda sedang diam (kecepatan = 0), benda tersebut juga sulit digerakan jika massanya besar. Misalnya jika kita menendang bola tenis meja dan bola sepak dengan gaya yang sama, maka tentu saja bola sepak akan bergerak lebih lambat.

Dalam gerak rotasi, “massa” benda tegar dikenal dengan julukan Momen Inersia alias MI. Momen Inersia dalam Gerak Rotasi tuh mirip dengan massa dalam gerak lurus. Kalau massa dalam gerak lurus menyatakan ukuran kemampuan benda untuk mempertahankan kecepatan linear (kecepatan linear = kecepatan gerak benda pada lintasan lurus), maka Momen Inersia dalam gerak rotasi menyatakan ukuran kemampuan benda untuk mempertahankan kecepatan sudut (kecepatan sudut = kecepatan gerak benda ketika melakukan gerak rotasi. Disebut sudut karena dalam gerak rotasi, benda bergerak mengitari sudut). Makin besar Momen inersia suatu benda, semakin sulit membuat benda itu berputar alias berotasi. sebaliknya, benda yang berputar juga sulit dihentikan jika momen inersianya besar.

Momen Inersia Partikel

Sebelum kita membahas momen inersia benda tegar, terlebih dahulu kita pelajari Momen inersia partikel. Btw, dirimu jangan membayangkan partikel sebagai sebuah benda yang berukuran sangat kecil. Sebenarnya tidak ada batas ukuran yang ditetapkan untuk kata partikel. Jadi penggunaan istilah partikel hanya untuk mempermudah pembahasan mengenai gerakan, di mana posisi suatu benda digambarkan seperti posisi suatu titik. Konsep partikel ini yang kita gunakan dalam membahas gerak benda pada Topik Kinematika (Gerak Lurus, Gerak Parabola, Gerak Melingkar) dan Dinamika (Hukum Newton). Jadi benda-benda dianggap seperti partikel.

Konsep partikel itu berbeda dengan konsep benda tegar. Dalam gerak lurus dan gerak parabola, misalnya, kita menganggap benda sebagai partikel, karena ketika bergerak, setiap bagian benda itu memiliki kecepatan (maksudnya kecepatan linear) yang sama. Ketika sebuah mobil bergerak, misalnya, bagian depan dan bagian belakang mobil mempunyai kecepatan yang sama. Jadi kita bisa mengganggap mobil seperti partikel alias titik.

Ketika sebuah benda melakukan gerak rotasi, kecepatan linear setiap bagian benda berbeda-beda. Bagian benda yang ada di dekat sumbu rotasi bergerak lebih pelan (kecepatan linearnya kecil), sedangkan bagian benda yang ada di tepi bergerak lebih cepat (kecepatan linear lebih besar). Jadi , kita tidak bisa menganggap benda sebagai partikel karena kecepatan linear setiap bagian benda berbeda-beda ketika ia berotasi. Kecepatan sudut semua bagian benda itu sama. Mengenai hal ini sudah dijelaskan dalam Kinematika Rotasi.

Jadi pada kesempatan ini, terlebih dahulu kita tinjau Momen Inersia sebuah partikel yang melakukan gerak rotasi. Hal ini dimaksudkan untuk membantu kita memahami konsep momen inersia. Setelah membahas Momen Inersia Partikel, kita akan berkenalan dengan momen inersia benda tegar. btw, benda tegar itu memiliki bentuk dan ukuran yang beraneka ragam. Jadi untuk membantu kita memahami momen Inersia benda-benda yang memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda itu, terlebih dahulu kita pahami Momen Inersia partikel. Bagaimanapun, setiap benda itu bisa dianggap terdiri dari partikel-partikel.

Sekarang mari kita tinjau sebuah partikel yang melakukan gerak rotasi.

momen-inersia-aaaa

Misalnya sebuah partikel bermassa m diberikan gaya F sehingga ia melakukan gerak rotasi terhadap sumbu O. Partikel itu berjarak r dari sumbu rotasi. mula-mula partikel itu diam (kecepatan = 0). Setelah diberikan gaya F, partikel itu bergerak dengan kecepatan linear tertentu. Mula-mula partikel diam, lalu bergerak (mengalami perubahan kecepatan linear) setelah diberikan gaya. Dalam hal ini benda mengalami percepatan tangensial. Percepatan tagensial = percepatan linear partikel ketika berotasi.

Kita bisa menyatakan hubungan antara gaya (F), massa (m) dan percepatan tangensial (at), dengan persamaan Hukum II Newton :

momen-inersia-b

Karena partikel itu melakukan gerak rotasi, maka ia pasti mempunyai percepatan sudut. Hubungan antara percepatan tangensial dengan percepatan sudut dinyatakan dengan persamaan :

momen-inersia-c

Sekarang kita masukan a tangensial ke dalam persamaan di atas :

momen-inersia-d

Kita kalikan ruas kiri dan ruas kanan dengan r :

momen-inersia-e

Perhatikan ruas kiri. rF = Torsi, untuk gaya yang arahnya tegak lurus sumbu (bandingan dengan gambar di atas). Persamaan ini bisa ditulis menjadi :

momen-inersia-f

mr2 adalah momen inersia partikel bermassa m, yang berotasi sejauh r dari sumbu rotasi. persamaan ini juga menyatakan hubungan antara torsi, momen inersia dan percepatan sudut partikel yang melakukan gerak rotasi. Istilah kerennya, ini adalah persamaan Hukum II Newton untuk partikel yang berotasi.

Jadi Momen Inersia partikel merupakan hasil kali antara massa partikel itu (m) dengan kuadrat jarak tegak lurus dari sumbu rotasi ke partikel (r2). Untuk mudahnya, bandingkan dengan gambar di atas.

Secara matematis, momen inersia partikel dirumuskan sebagai berikut :

momen-inersia-g

Momen Inersia Benda Tegar

Secara umum, Momen Inersia setiap benda tegar bisa dinyatakan sebagai berikut :

momen-inersia-h

Benda tegar bisa kita anggap tersusun dari banyak partikel yang tersebar di seluruh bagian benda itu. Setiap partikel-partikel itu punya massa dan tentu saja memiliki jarak r dari sumbu rotasi. jadi momen inersia dari setiap benda merupakan jumlah total momen inersia setiap partikel yang menyusun benda itu.

Ini cuma persamaan umum saja. Bagaimanapun untuk menentukan Momen Inersia suatu benda tegar, kita perlu meninjau benda tegar itu ketika ia berotasi. Walaupun bentuk dan ukuran dua benda sama, tetapi jika kedua benda itu berotasi pada sumbu alias poros yang berbeda, maka Momen Inersia-nya juga berbeda.

Sekarang coba kita lihat Momen Inersia beberapa benda tegar.

Momen Inersia Benda-Benda yang Bentuknya Beraturan

Selain bergantung pada sumbu rotasi, Momen Inersia (I) setiap partikel juga bergantung pada massa (m) partikel itu dan kuadrat jarak (r2) partikel dari sumbu rotasi. Total massa semua partikel yang menyusun benda = massa benda itu. Persoalannya, jarak setiap partikel yang menyusun benda tegar berbeda-beda jika diukur dari sumbu rotasi. Ada partikel yang berada di bagian tepi benda, ada partikel yang berada dekat sumbu rotasi, ada partikel yang sembunyi di pojok bawah, ada yang terjepit di tengah . amati gambar di bawah

momen-inersia-0

Ini contoh sebuah benda tegar. Benda-benda tegar bisa dianggap tersusun dari partikel-partikel. Pada gambar, partikel diwakili oleh titik berwarna hitam. Jarak setiap partikel ke sumbu rotasi berbeda-beda. Ini cuma ilustrasi saja.

Cara praktis untuk mengatasi hal ini (menentukan MI benda tegar) adalah menggunakan kalkulus.

Lingkaran tipis dengan jari-jari R dan bermassa M (sumbu rotasi terletak pada pusat)

momen-inersia-1

Lingkaran tipis ini mirip seperti cincin tapi cincin lebih tebal. Jadi semua partikel yang menyusun lingkaran tipis berada pada jarak r dari sumbu rotasi. Momen inersia lingkaran tipis ini sama dengan jumlah total momen inersia semua partikel yang tersebar di seluruh bagian lingkaran tipis.

Momen Inersia lingkaran tipis yang berotasi seperti tampak pada gambar di atas, bisa diturunkan sebagai berikut :

momen-inersia-1b

Perhatikan gambar di atas. Setiap partikel pada lingkaran tipis berada pada jarak r dari sumbu rotasi. dengan demikian : r1 = r2 = r3 = r4 = r5 = r6 = R

I = MR2

Ini persamaan momen inersia-nya.

Rumus momen inersia beberap benda-benda tegar:

Cincin tipis berjari-jari R,

bermassa M dan lebar L (sumbu rotasi terletak di tengah-tengah salah satu diameter)

momen-inersia-2amomen-inersia-2b

Cincin tipis berjari-jari R, bermassa M dan lebar L

(sumbu rotasi terletak pada salah satu garis singgung)

momen-inersia-3amomen-inersia-3b

Silinder berongga,

dengan jari-jari dalam R2 dan jari-jari luar R1

momen-inersia-4amomen-inersia-5b

Silinder padat

dengan jari-jari R (sumbu rotasi terletak pada sumbu silinder)

momen-inersia-5a

momen-inersia-4b

Silinder padat dengan jari-jari R

(sumbu rotasi terletak pada diameter pusat)

momen-inersia-6amomen-inersia-6b

Bola pejal dengan jari-jari R

(sumbu rotasi terletak pada salah satu diameter)

momen-inersia-7amomen-inersia-7b

Kulit Bola dengan jari-jari R

(sumbu rotasi terletak pada salah satu diameter)

momen-inersia-8amomen-inersia-8b

Batang pejal yang panjangnya L

(sumbu rotasi terletak pada pusat )

momen-inersia-9amomen-inersia-9b

Batang pejal yang panjangnya L

(sumbu rotasi terletak pada salah satu ujung)

momen-inersia-10amomen-inersia-10b

Balok pejal yang panjangnya P dan lebarnya L

(sumbu rotasi terletak pada pusat; tegak lurus permukaan)

momen-inersia-11amomen-inersia-11b